I made this widget at MyFlashFetish.com.

Sunday, February 28, 2010

Adab adab ziarah kubur



Adab adab ziarah kubur

30 Januari 2010 oleh admin

Penulis : Ustadz Muhammad Umar As-Sewed

Disyariatkannya Ziarah Kubur

Dalam syariat Islam, disunnahkannya ziarah kubur adalah untuk mengambil pelajaran dan peringatan, serta mengingatkan kita pada akhirat. Namun, hal itu tentunya dengan syarat tidak melakukan hal-hal yang dilarang seperti mengucapkan ratapan-ratapan, menyesali takdir, merobek pakaian atau mencabut rambut sebagaimana banyak dilakukan oleh kaum perempuan pada masa jahiliyah.
Diriwayatkan dari Buraidah Ibnul Hushaib radhiallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِنِّي كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ فَزُورُوهَا فَإِنَّهَا تُذَكِّرُ اْلآخِرَةَ ولْتَزِدْ زِيَارَتُهَا خَيْرًا فَمَنْ أَرَادَ أَنْ يَزُوْرَ فَلْيَزُرْ، وَلاَ تَقُوْلُوْا هُجْرًا رواه مسلم وأبو داود والبيهقيوالنسائي وأحمد

Aku pernah melarang kalian untuk ziarah kubur, maka sekarang ziarahilah karena ia akan dapat mengingatkan kalian pada akhirat. Dalam riwayat lain: “Hendaklah ziarah tersebut menambah kalian kebaikan”. Dalam riwayat lain: “Barangsiapa yang hendak menziarahinya silakan menziarahinya, tapi jangan mengucapkan ucapan yang batil”. (HR. Muslim, Abu Dawud, Baihaqi, Nasa’i dan Ahmad)

Berkata Imam Nawawi: “Al-Hujr adalah ucapan batil. Adapun awal mula dilarangnya ziarah kubur adalah karena dekatnya mereka dengan masa jahiliyah, sehingga dikhawatirkan mereka akan mengucapkan ucapan-ucapan jahiliyah yang batil”.

Adab-adab Ziarah Kubur

* Pertama, tidak mengucapkan hal-hal yang dilarang oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam seperti mengucapkan ucapan-ucapan yang batil, seperti ratapan, menyesali takdir, tawassul, mengambil kuburan sebagai perantara dalam berdoa kepada Allah dan lain-lain. Inilah yang dimaksud dalam hadits di atas.
* Kedua, khusus bagi wanita tidak boleh menjadi tukang ziarah kubur (sering melakukan ziarah kubur).
Kaum wanita diperbolehkan untuk melakukan ziarah kubur sebagaimana kaum laki-laki. Hal itu karena hadits yang menyatakan bolehnya ziarah kubur di atas adalah berlaku umum bagi laki-laki maupun wanita.
Di samping itu Hikmah yang diharapkan dari ziarah kubur –yaitu mengingatkan akhirat—adalah juga berlaku umum bagi laki-laki maupun wanita. Sedangkan hukum berjalan bersama illat (alasan)nya. Kalau illat tersebut ada pada laki-laki dan wanita, maka hukumnya pun berlaku bagi laki-laki dan perempuan. (Ahkamul Janaiz, Syaikh al-Bani, hal. …..)
Di samping itu Rasulullah صلى الله عليه وسلم telah memperbolehkan wanita untuk ziarah kubur, seperti dalam hadits yang diriwayat-kan dari Abdullah bin Abi Mulaikah sebagai berikut:
أَنَّ عَائِشَةَ أَقْبَلَتْ ذَاتَ يَوْمٍ مِنَ الْمَقَابِرِ، فَقُلْتُ لَهَا: يَا أُمَّ الْمَؤْمِنِيْنَ مِنْ أَيْنَ أَنْتَ؟ قَالَتْ: مِنْ قَبْرِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي بَكْرٍ، فَقُلْتُ لَهَا: أَلَيْسَ كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَهَى عَنْ زِيَارَةِ الْقَبْرِ؟ قَالَتْ: نَعَمْ، ثُمَّ أَمَرَ بِزِيَارِتِهَا. وَفِي رِوَايَةٍ: أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم رَخَّصَ فِي زِيَارَةِ الْقُبُوْرِ). (رواه الحاكم والبيهقي)
Bahwasanya Aisyah رضي الله عنها datang dari kuburan. Aku (Abdullah bin Mulaikah
-pent) bertanya: “Wahai ummul mukmi-nin, dari mana engkau?” Aisyah رضي الله عنها menjawab: “Dari kuburan Abdurrahman bin Abu Bakar”. Saya katakan: “Bukankah Rasulullah صلى الله عليه وسلم telah melarang zi-arah kubur?” Aisyah menjawab; “Ya, tapi kemudian membolehkan untuk menzi-arahinya”. (HR. Hakim dan Baihaqi dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Ahkamul Jana’iz, hal. 230)
Imam Ahmad ketika ditanya tentang wanita yang berziarah kubur, beliau men-jawab: “Aku berharap yang demikian -insya Allah- tidak mengapa, sebab Aisyah رضي الله عنها telah menziarahi kuburan saudaranya”. (Ahkamul Jana-iz, Syaikh al-Bani, hal. …..)

Hanya saja diriwayatkan bahwa Allah melaknat wanita-wanita yang sering menziarahi kubur, karena wanita adalah mahluk yang lemah. Seringkali wanita ketika melakukan ziarah kubur akan membawa pada perkara-perkara yang dilarang seperti meratap, tabarruj, meminta kepada si mati, dan berbicara kepadanya. Atau paling tidak menjadikan kuburan sebagai tempat wisata, membuang-buang waktu sebagai-mana yang banyak kita saksikan akhir-akhir ini.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ (وفي لفظ: لَعَنَ اللهُ) زُوَّارَاتِ الْقُبُورِ. رواه الترمذي وابن ماجه وابن حبان والبيهقي وأحمد وغيرهم عن أبي هريرة؛

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melaknat (dalam lafadh lain: Allah melaknat) wanita-wanita tukang ziarah kubur (yakni sering ziarah kubur). (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, Baihaqi, Ahmad dan lain-lain dari Abu Hurairah. Syaikh al-Bani menyatakan bahwa hadits ini tidak kurang dari derajat hasan, namun dia menjadi shahih dengan adanya pendukung-pendukungnya) (lihat Akhamul Jana’iz, hal. 235)
* Ketiga, Boleh ziarah kubur di malam hari
Diriwayatkan dari Aisyah radhiallahu ‘anha bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika menggilir Aisyah radhiallahu ‘anha, beliau keluar di akhir malam menuju pekuburan Baqi’, kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wasallam mengucapkan doa:

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ دَارَ قَوْمٍ مُؤْمِنِينَ وَأَتَاكُمْ مَا تُوعَدُونَ غَدًا مُؤَجَّلُونَ وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللَّهُ بِكُمْ لاَحِقُونَ اللَّهُمَّ اغْفِرْ ِلأَهْلِ بَقِيعِ الْغَرْقَدِ. رواه مسلم

Semoga keselamatan atasmu penghuni kubur dari kaum mukminin. Dan telah telah datang kepada kalian apa-apa yang telah dijanjikan besok akan menemui. Dan sesungguhnya jika Allah menghendaki ka-mi akan mengikuti kalian. Ya Allah ampunilah dosa penghuni Baqi’ al-Gharqad. (HR. Muslim, Nasa’i, Baihaqi dan Ahmad)
* Keempat, memberikan salam ketika memasuki area kuburan kaum muslimin, dan memberikan kabar dengan api neraka jika memasuki kuburan orang-orang kafir.
Dalam suatu riwayat disebutkan bahwa Aisyah radhiallahu ‘anha pernah bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: “Apa yang harus diucapkan ketika ziarah kubur?” Beliau men-jawab:

السَلاَمُ على أَهْلِ الدِّيَارِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُسْلِمِينَ وَيَرْحَمُ اللَّهُ الْمُسْتَقْدِمِينَ مِنَّا وَالْمُسْتَأْخِرِينَ وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللَّهُ بِكُمْ َللاَحِقُونَ. رواه مسلم

Semoga keselamatan atas penghuni kubur dari kaum mukminin dan muslimin. Semoga Allah merahmati orang-orang yang terdahulu dan terakhir dari kalian. Dan kami juga jika Allah kehendaki akan menyusul kalian. (HR. Muslim dan lainnya)

Sebaliknya ketika melewati kuburan orang-orang kafir, kita diperintahkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk memberikan kabar kepada mereka dengan api neraka.
Diriwayatkan dari Sa’ad bin Abi Waqash, bahwa ada seorang Arab Badui datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam seraya bertanya: “Sesungguhnya ayahku dahulu adalah seorang yang suka menyambung tali silaturahim, dia begini dan begitu (memuji ayahnya pent.). Di mana dia?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab: “Dia ada di neraka”. Maka sepertinya Badui itu merasa sedih dan berkata: “Wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di mana ayahmu?” Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab: “Di mana pun kamu melewati kuburan orang kafir, maka berikanlah kabar gembira kepadanya dengan api neraka.” (HR. Thabrani dan dishahihkan oleh syaikh al-Bani dalam Ash-Shahihah, hadits No. 18)
* Kelima, tidak membaca al-Qur’an di atas kuburan
Adapun tentang membaca al-Qur’an ketika ziarah kubur, maka hal itu tidak disunnahkan dilakukan di atas kuburan, baik yang dibaca surat Yasin ataupun surat-surat lainnya.
Dalam satu hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

لاَ تَجْعَلُوا بُيُوتَكُمْ مَقَابِرَ إِنَّ الشَّيْطَانَ يَنْفِرُ مِنَ الْبَيْتِ الَّذِي تُقْرَأُ فِيهِ سُورَةُ الْبَقَرَةِ. رواه مسلم والترمذي والنسائي والبيهقي وأحمد

Janganlah kalian jadikan rumah-rumah kalian sebagai kuburan. Sesungguhnya setan akan lari dari rumah yang di dalamnya dibacakan surat al-Baqarah. (HR. Muslim, Tirmidzi, Nasa’i, Baihaqi dan Ahmad)

Kalimat “Jangan jadikan rumah kalian sebagai kuburan” menunjukkan tidak disunnahkannya membaca al-Qur’an di kuburan.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, dalam kitab beliau Iqtidla Shirathal Mus-taqim berkata: “Tidak didapati dari imam Syafi’i sendiri pembicaraan tentang masalah ini, karena yang demikian (yakni membaca al-Qur’an di atas kuburan pent.) menurut beliau adalah bid’ah. Demikian pula imam Malik berkata: “Aku tidak mengetahui seorang pun ada yang mengerjakannya”. Hal ini berarti para shahabat dan tabi’in tidak ada yang mengerjakannya (karena imam Malik adalah atba’ut tabi’in pent). (Lihat Ahkamul Janaiz, Syaikh al-Bani, hal. 242)

Berkata Syaikh al-Bani: “Adapun membaca al-Qur’an ketika melakukan ziarah kubur, maka hal itu tidak ada asalnya dalam sunnah. Bahkan disebutkan dalam banyak hadits tentang masalah ini yang menunjukkan tidak disyari’atkannya. Jika membaca al-Qur’an merupakan hal yang disyari’atkan, niscaya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam akan melakukan dan mengajarkan kepada para shahabatnya”. (Ahkamul Janaiz, Syaikh al-Bani, hal. 241)
* Keenam, tidak mengerjakan shalat menghadap kuburan
Di samping tidak disyari’atkannya membaca al-Qur’an di kuburan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun melarang untuk melakukan shalat menghadapnya dengan sabdanya:

صَلُّوا فِي بُيُوتِكُمْ وَلاَ تَتَّخِذُوهَا قُبُورًا. رواه مسلم

Shalatlah di rumah-rumah kalian (yakni shalat sunnah –pent.), dan jangan kau jadikan rumah-rumah kalian seperti kuburan. (HR. Muslim)

Dari hadits di atas dapat dipahami bahwa perbedaan rumah dengan kuburan adalah jika di rumah kita dianjurkan untuk melakukan shalat-shalat sunah, sedangkan pada kuburan kita dilarang melakukannya.
* Ketujuh, boleh mengangkat tangan ketika mendoakan mayit
Diriwayatkan dari Aisyah radhiallahu ‘anha bahwasanya ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam keluar pada waktu malam hari, aku mengutus Barirah radhiallahu ‘anha untuk mengikuti jejak kemana beliau pergi. Barirah berkata:

فَسَلَكَ نَحْوَ بَقِيعِ الْغَرْقَدِ فَوَقَفَ فِي أَدْنَى الْبَقِيعِ ثُمَّ رَفَعَ يَدَيْهِ ثُمَّ انْصَرَفَ.

Beliau berjalan menuju kuburan Baqi’ al-Gharqad, kemudian berdiri berdoa di tempat terendah di Baqi’ seraya mengangkat tangannya, kemudian pergi”.
Pada keesokan harinya, aku bertanya kepada beliau shallallahu ‘alaihi wasallam: “Ya Rasulullah ke mana engkau tadi malam?” Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab: “Aku diutus untuk mendatangi kuburan Baqi’ guna mendoakan mereka”.
* Kedelapan, tidak menghadap kuburan ketika berdoa, tetapi tetap menghadap kiblat
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melarang kita untuk melakukan shalat menghadap kuburan, sedangkan doa adalah merupakan inti dari shalat. Oleh karena itu kita dilarang pula menghadap kuburan ketika berdoa, sebagaimana kita dilarang shalat di atasnya pada hadits di atas.
* Kesembilan, Dianjurkan tidak memakai sandal ketika berjalan di antara kuburan
Telah diriwayatkan dari Basyir bin Khashashiyah, beliau berkata: “Ketika aku berjalan bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tibalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di kuburan kaum muslimin. Pada saat beliau berjalan, tiba-tiba pandangannya tertuju pada suatu arah, yaitu seseorang berjalan di antara kuburan dengan memakai kedua sandalnya. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata kepadanya:

يَا صَاحِبَ السَّبْتِيَّتَيْنِ أَلْقِ سَبْتِيَتَيْكَ!

Wahai pemakai dua sandal, lepaskanlah kedua sandalmu itu.
Maka ketika orang tersebut mengetahui bahwa yang memerintahkannya adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, ia pun melepaskan dan melemparkan kedua sandalnya. (HR. Abu Dawud, Nasa’i, Ibnu majah, Ibnu Abi Syaibah, Hakim, Baihaqi, Thayalisi dan Ahmad).

Abu Dawud dalam Masailnya berkata: “Aku melihat imam Ahmad jika mengantarkan jenazah, jika telah dekat dengan kuburan, maka ia melepaskan kedua sandalnya”. (Lihat Ahkamul Janaiz, Syaikh al-Bani, hal. 253) (Diringkas dari kitab Ahkamul Jana-iz karya Syaikh al-Bani)

Wallahu a’lam

Sumber : Risalah Dakwah Manhaj Salaf Edisi: 58/Th. II 13 Rabi’ul Awwal 1426 H/22 April 2005 M

Wednesday, February 24, 2010

Bersuci ( mensucikan najis )



Ijazah Sarjana Muda (Syari'ah) Uni. Al-Azhar (1997). Dipl. Takhassus Fiqh (Pra M.A) INSANIAH-Al-Azhar (2004). Telah menghasilkan lebih 30 buah buku yang diterbitkan. Pengendali laman soal-jawab agama; www.ilmudanulamak.blogspot.com

Apa yang dimaksudkan najis?

Najis bermaksud kekotoran yang menghalang sahnya sembahyang, yakni; tidak sah sembahyang jika terdapat pada pakaian atau badan atau tempat sembahyang. Pada dasarnya, setiap benda yang ada di alam ini adalah suci dan tidak najis kecualilah perkara-perkara yang telah dinyatakan oleh Syara’ sebagai najis. Selagi tidak ada nas atau dalil Syara’ menjelaskan bahawa sesuatu itu najis, maka ia kekal dengan hukum asalnya iaitu suci dan bersih.

Apakah benda-benda yang dianggap najis oleh Syarak?

Menurut Imam Ibnu Rusyd; empat benda disepakati oleh ulamak sebagai najis, iaitu;
1. Bangkai haiwan darat yang berdarah mengalir
2. Daging babi
3. Darah dari haiwan darat jika ia mengalir, yakni banyak.
4. Air kencing manusia dan tahinya.

Selain dari empat di atas (seperti; arak, tahi binatang, muntah dan sebagainya lagi) di kalangan ulamak terdapat beza pandangan; ada yang menganggapnya najis dan ada yang tidak.[1] Menurut Imam asy-Syaukani; perkara-perkara yang ada dalil Syarak menyebutnya sebagai najis ialah;
1. Tahi dan air kencing manusia
2. Air liur anjing
3. Tahi binatang (khusus kepada tahi kuda, baghal dan kaldai sahaja menurut beliau)
4. Darah haid (lain dari darah haid (iaitu darah biasa) tidak najis menurut beliau).
5. Daging babi

Hanya lima di atas sahaja –menurut Imam Syaukani- yang mempunyai dalil yang jelas dari Syarak tentang kenajisannya. Selain darinya adalah khilaf di kalangan ulamak”.[2]

Adapun dalam mazhab Syafi’ie, ada 13 perkara yang diputuskan sebagai najis berdasarkan ijtihad ulamak-ulamak mazhab, iaitu;
1. Anjing; semua juzuk di badan anjing adalah najis.
2. Babi; semua juzuk di badan babi adalah najis.
3. Air kencing; semua jenis air kencing adalah najis sama ada dari manusia atau haiwan.
4. Tahi; semua jenis tahi adalah najis sama ada tahi manusia atau haiwan.
5. Air mazi; iaitu cecair nipis berwarna kekuningan yang keluar dari kemaluan ketika naik syahwat.
6. Air madi; iaitu cecair kental berwarna putih yang keluar dari kemaluan selepas kencing atau selepas keletihan.
7. Arak dan semua minuman yang memabukkan seperti tuak dan seumpamanya.
8. Bangkai/mayat; kecuali mayat manusia, bangkai haiwan laut (ikan dan sebagainya) dan belalang.
9. Darah; semua jenis darah adalah najis sama ada darah manusia atau haiwan.
10. Nanah
11. Anggota yang terpisah dari haiwan ketika masih hidupnya; kecuali bulu binatang yang halal dimakan seperti bulu biri-biri, bulu ayam dan sebagainya.
12. Susu binatang yang tidak halal dimakan dagingnya.
13. Muntah

Apakah kaifiyat bersuci dari najis yang ditetapkan oleh Syarak?

1. Bersuci dengan menggunakan air
2. Bersuci dengan air bercampur tanah
3. Bersuci dengan benda-benda kesat
4. Bersuci dengan menggosok ke tanah

Bagaimana caranya bersuci dengan air?

Menggunakan air adalah cara asal dalam bersuci. Tidak harus berpaling dari menggunakan air dalam bersuci kecuali dengan keizinan dari Syarak. Adapun cara bersuci dengan air ialah;
Pertama; Buang najis terlebih dahulu,
Kedua; Basuh tempat yang terkena najis itu dengan air hingga hilang sifat-sifatnya iaitu warnanya, baunya dan rasanya. Jika sekali basuhan telah dapat menghilangkannya, tidak perlu lagi diulangi basuhan. Jika tidak, wajib diulangi lagi basuhan termasuk dengan menggosok-gosoknya atau melakukan seumpamanya. Setelah dibasuh berulang kali, namun warna najis masih tidak tanggal atau baunya masih tidak hilang, ketika itu dimaafkan, yakni basuhan dianggap sempurna dan tidak perlu diulangi lagi.

Dikecualikan jika najis itu ialah air kencing kanak-kanak lelaki yang belum berumur dua tahun dan belum menikmati sebarang makanan kecuali susu ibunya, maka memadai dengan merenjis air hingga meratai kawasan yang terkena air kencing itu, kemudian dibiarkan kering. Tidak perlu membasuhnya atau mengalirkan air ke atasnya. Ummu Qais binti Mihsan –radhiyallahu ‘anha-. Menceritakan; “Beliau membawa seorang bayi lelaki yang belum memakan sebarang makanan kepada Rasulullah –sallallahu ‘alaihi wasallam-, tiba-tiba bayi itu kencing di atas pakaian baginda. Baginda meminta air, lalu merenjis pakaiannya dan baginda tidak membasuhnya”. (Riwayat Imam al-Bukhari)

Apakah najis yang perlu dibasuh menggunakan air bercampur tanah? Bagaimana caranya?

Iaitu najis anjing kerana Nabi –sallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda; “Apabila bekas kamu dijilat oleh anjing, hendaklah kamu membasuhnya tujuh kali; kali pertama dengan tanah” (Riwayat Imam Muslim). Caranya ialah;

Pertama; Buang najis terlebih dahulu
Kedua; Basuh tempat yang terkena najis anjing itu dengan air yang bercampur tanah (sekali sahaja).
Ketiga; Bilas dengan air biasa sebanyak enam kali.

Oleh kerana cara membasuh najis anjing di atas lebih berat berbanding cara membasuh najis-najis yang lain, maka kerana itu najis anjing dinamakan ulamak dengan najis mughallazah (najis berat).

Adakah najis babi juga mesti di basuh dengan air bercampur tanah?

Ulamak-ulamak berbeza pandangan tentang babi; adakah ia termasuk dalam najis berat (mughalladzah) sebagaimana anjing di atas, atau ia hanya terdiri dari najis biasa (seperti arak, air kencing, tahi dan sebagainya) yang mencukupi dibasuh dengan air seperti biasa? Ada dua pandangan;

Pertama; Jumhur ulamak berpandangan; babi sama seperti najis-najis yang lain, iaitu mencukupi dibasuh seperti biasa hingga hilang kesan-kesannya. Tidak perlu diulangi basuhan hingga tujuh kali dan tidak perlu menggunakan tanah. Mengikut pandangan jumhur ulamak, najis berat hanya satu sahaja iaitu anjing. Dalil mereka ialah sabda Nabi –sallallahu ‘alaihi wasallam-; “Apabila anjing menjilat bekas salah seseorang dari kamu, cara menyucinya ialah dengan ia membasuhnya sebanyak tujuh kali, kali pertamanya dengan tanah” (Riwayat Imam Muslim dari Abu Hurairah –radhiyallahu ‘anhu-). Di dalam hadis ini, Nabi hanya menyebut anjing sahaja, tidak menyebutkan najis yang lain termasuk babi.

Kedua; mengikut mazhab Syafi’ie; babi sama seperti anjing, oleh itu ia mesti dibasuh sebanyak tujuh kali dan salah satu basuhan mesti dengan air bercampur tanah. Dalil mereka ialah dengan mengkiaskannya kepada anjing kerana babi lebih buruk keadaannya dari anjing di mana pengharaman memakannya adalah sabit dengan nas al-Quran, adapun pengharaman memakan anjing hanya sabit dengan ijtihad.

Adakah harus tanah digantikan dengan sabun atau bahan pencuci lain?

Bagi masalah ini juga ada perbezaan pandangan di kalangan ulamak;

Pandangan pertama; tidak harus kerana cucian dengan tanah itu adalah arahan Syarak. Halnya sama seperti tayammum yang diarahkan oleh Syarak menggunakan tanah, maka tidak harus dialihkan kepada yang lain. Arahan menggunakan tanah itu bersifat ibadah, oleh itu tidak harus dinilai berdasarkan akal atau logik. Ini adalah pandangan yang rajih dalam mazhab Syafi’ie.

Pandangan kedua; harus tanah itu digantikan dengan sabun kerana penggunaan sabun lebih berkesan dari tanah dalam menghilangkan najis. Nabi menyebutkan tanah dalam hadis tadi bukan bertujuan membataskannya kepada tanah, tetapi untuk menegaskan perlunya penyucian najis berat itu dibantu dengan bahan lain di samping air. Masalah ini ada persamaannya dengan istinjak di mana selain dengan air, Nabi juga mengharuskan istinjak dengan batu. Menurut ulamak; walaupun nabi hanya menyebutkan batu, namun dikiaskan kepadanya bahan-bahan lain yang bersifat kesat dan berupaya menanggalkan najis seperti kertas, tisu kesat dan sebagainya. Nabi menyebut batu bukanlah bertujuan membataskannya kepada batu, tetapi untuk menjelaskan keharusan beristinjak dengan batu atau bahan-bahan lain yang mempunyai sifat yang sama. Ini adalah pandangan jumhur ulamak mazhab Hanbali.

Pandangan ketiga; Dalam keadaan terdapat tanah, wajiblah basuhan menggunakan tanah dan tidak harus berpindah kepada bahan yang lain sama ada sabun atau sebagainya. Jika tidak ada tanah, barulah harus menggunakan bahan yang lain menggantikan tanah. Ini adalah pandangan Abu Hamid (salah seorang ulamak mazhab Hanbali).

Apakah yang dimaksudkan dengan benda-benda kesat? Bilakah harus bersuci dengannya?

Benda-benda kesat adalah seperti batu, kertas atau tisu yang kesat, kayu dan sebagainya. Benda-benda kesat ini harus digunakan untuk beristinjak iaitu membersihkan najis di kemaluan setelah kencing atau berak. Telah sabit di dalam hadis bahawa Nabi sallallahu ‘alaihi wasallam- menggunakan batu untuk beristinjak. Maka dikiaskan kepadanya segala benda yang kesat yang dapat menanggalkan najis dari dua saluran tersebut.

Apa syarat beristinjak dengan benda kesat?

Paling baik ialah berinstinjak dengan air kerana ia lebih menyucikan. Diharuskan beristinjak dengan benda-benda kesat sahaja sekalipun terdapat air, tetapi hendaklah dengan memenuhi syarat-syarat di bawah;

1. Hendaklah dengan sekurang-kurangnya tiga kali sapuan. Tidak harus kurang dari tiga kali sapuan sekalipun telah kelihatan bersih dengan sekali atau dua kali sapuan. Ini kerana tiga kali sapuan itu adalah had minima yang ditetapkan Nabi –sallallahu ‘alaihi wasallam-. Salman –radhiyallahu ‘anhu- menceritakan; “Nabi menegah kami dari beristinjak kurang dari tiga batu (yakni tiga sapuan batu)” (Riwayat Imam Bukhari, Muslim, Tirmizi, Abu Daud dan Nasai). Jika tiga kali sapuan tidak mencukupi, wajib ditambah dan sunat tambahan itu ganjil (yakni lima, tujuh dan sebagainya).

2. Hendaklah najis tidak melepasi papan punggung atau hasyafah (yakni kepala zakar). Jika najis meleleh melepasi kawasan tersebut, wajib istinjak dengan air.

3. Hendaklah sebelum najis kering. Jika najis telah kering, wajib istinjak dengan air.

4. Bahan yang digunakan hendaklah bersih dan kering. Sifatnya hendaklah boleh menanggalkan najis, iaitu tidak terlalu licin atau terlalu kasar kerana tujuan intinjak ialah untuk menanggalkan najis, maka hendaklah bahan yang digunakan boleh memenuhi tujuan tersebut.

5. Bahan yang digunakan bukan dari makanan manusia atau jin seperti tulang. Sabda Nabi; “Janganlah kamu beristinjak dengan tahi binatang, dan juga dengan tulang kerana ia adalah makanan saudara kamu dari kalangan jin”. (Riwayat Imam at-Tirmizi)

Bagaimana yang dikatakan bersuci dengan menggosok ke tanah?

Iaitu cara bersuci yang disebut oleh Nabi di dalam hadisnya; “Jika seseorang kamu datang ke masjid, hendaklah ia menterbalikkan dua sepatunya dan memerhatikannya; jika ia nampak ada najis, hendaklah ia menggosoknya ke tanah, kemudian tunaikan solat dengan memakai sepatunya itu”. (Riwayat Imam Ahmad, Abu Daud, Ibnu Hibban dan al-Hakim dari Abu Said al-Khudri r.a.).

Berdalilkan hadis ini, sebahagian ulamak –antaranya Imam Abu Hanifah- menegaskan; “Kasut atau sepatu yang terkena najis –sama ada kering atau basah- memadai menyucinya dengan menggosoknya ke tanah hingga hilang kesan najis pada kasut tersebut”.

Bagaimana cara menyucikan tanah yang dikenai najis?

Tanah yang terkena najis, cara menyucinya ialah;
Pertama; hendaklah dibuang terlebih dahulu najis jika kelihatan.
Kedua; setelah dibuang najis, curahkan sebaldi air ke atas tanah yang terkena najis itu dan biarkan ia kering. Abu Hurairah r.a. telah menceritakan; “Seorang lelaki dari pedalaman datang ke masjid Nabi s.a.w.. Tiba-tiba ia bangun dan kencing di satu penjuru masjid. Lalu Nabi s.a.w. berkata; “’Curahkan sebaldi air ke atas tempat yang terkena air kencingnya”. (Riwayat Imam al-Bukhari)

Jika seseorang itu selepas mengerjakan solat, ia ternampak najis di pakaiannya; adakah wajib ia mengulangi solatnya?

Para ulamak berbeza pandangan dalam masalah ini;

1. Ulamak-ulamak mazhab Syafi’ie- menegaskan; batal solatnya dan wajib diulangi kerana ia menunaikan solat dalam keadaan tidak memenuhi syarat sahnya iaitu bersuci. Adapun sangkaannya semasa sedang solat –bahawa ia bersih dari najis-, maka sangkaan itu tidak dikira kerana telah terbukti salah. Kaedah Fiqh menyebutkan; “Tidak diambil kira sangkaan yag telah ternyata salahnya”.

2. Menurut mazhab Imam Abu Hanifah; tidak batal solatnya jika najis itu sedikit. Jika najis itu banyak, batallah solat dan wajib diulangi semula.

3. Ada ulamak berpandangan; tidak batal solatnya secara keseluruhannya sama ada najis itu sedikit atau banyak. Mereka berdalilkan hadis dari Abu Sa’id al-Khudri –radhiyallahu ‘anhu- yang menceritakan; “Suatu hari kami mengerjakan solat bersama Nabi –sallallahu ‘alaihi wasallam-. Ditengah solat, Nabi menanggalkan dua kasutnya dan meletaknya di sebelah kirinya. Melihat berbuatan Nabi itu, kami pun turut melakukannya. Selesai solat, Nabi bertanya; “Kenapa kamu semua menanggalkan kasut?”. Kami menjawab; “Kami melihat kamu melakukannya, maka kami pun turut melakukannya”. Nabi berkata; “Di tengah solat tadi, Jibril datang kepadaku dan memberitahu bahawa di kasutku terdapat najis/kekotoran, maka kerana itulah aku menanggalkannya. Jika seseorang kamu datang ke masjid, hendaklah ia menterbalikkan dua kasutnya dan memerhatikannya; jika ia nampak ada najis, hendaklah ia menggosoknya ke tanah, kemudian bolehlah ia menunaikan solat dengan memakai kasutnya itu” (Riwayat Imam Ahmad dan Abu Daud). Berkata Imam al-Khattabi; hadis ini menjadi dalil bahawa sesiapa menunaikan solat sedang di pakaiannya terdapat najis yang tidak diketahuinya, maka solatnya adalah sah dan tidak perlu ia mengulanginya”. [3] Selain Imam al-Khattabi, ulamak yang berpandangan serupa ialah Imam Ibnu Taimiyyah. Di dalam al-Fatawa al-Kubra, Imam Ibnu Taimiyyah menegaskan; “Sesiapa menunaikan solat dengan ada najis (di pakainnya) kerana lupa atau tidak tahu, tidak perlu ia ulangi solatnya”.[4]

Nota Kaki

[1] Bidayatul-Mujtahid (1/101).
[2] Ad-Darari al-Madhiyyah, halaman 18.
[3] Bidayatul-Mujtahid (1/100).
[4] Al-Fatawa al-Kubra (5/327).
Posted by USTAZ AHMAD ADNAN FADZIL

Pendapat Pok Nik & Hj Abdul Hadi tentang maulid Nabi




Pendapat TG Nik Aziz & TG Hj Hadi Tentang Maulid

Written by zain-ys

Sunday, 14 February 2010 22:59 - Last Updated Monday, 22 February 2010 23:40

TG Nik Abdul Aziz Nik Mat komen tentang perarakan Maulid (April 2008): "Orang seronok
dengan berarak, pakai kain songket, angkat sepanduk. Saya rimas tengok. Saya tak pernah
ikut sama berarak atas jalan.."

TG Hj Abd Hadi Awang: "Ingatlah wahai umat Islam. Kita tidak disuruh menyambut kelahiran
Nabi Muhammad s.a.w. Tiada dalil daripada al-Quran mahupun hadis untuk itu. Malah kelahiran
Nabi s.a.w. tidak s.a.w. tidak disambut oleh para sahabat. Apa yang wajib ialah kita menjadi
pengikut nabi Muhammad s.a.w. yang setia dan berpegang kepada ajarannya, beramal dengan
sunnahnya dan mengikut sehingga hari kiamat."

Pandangan TG Hj Abd Hadi Awang:
Download image di sini: http://al-ahkam.net/home/images/stories/maulid_tg_hadiawang_wm.
jpg


Pendapat TG Nik Abd Aziz:
Download image di sini: http://al-ahkam.net/home/images/stories/maulid_tgna_wm.jpg

Sunday, February 21, 2010

Sambutan Maulid antara yang menyokong dan membantah




Assalamualaikum,

Terdapat perbezaan pendapat di kalangan ulama tentang hukum menyambut maulid Nabi, tetapi disebabkan keterbatasan ruang, kami hanya akan mengutip beberapa pendapat yang masyhur sahaja. Al-Hafiz Ibnu Hajar, Ibnu al-Haj, Ibnu Katsir, Ibnu Abaad, Ibnu Marzuq, al-Subki, Abu Syamah (guru Imam Nawawi), Ibnu Duhayyah, al-Suyuthi, al-Sakhawi dan beberapa ulama lain lagi membolehkan sambutan hari kelahiran Nabi dengan syarat sambutan tersebut bersih dari segala aktiviti kemungkaran. Manakala Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah, al-Syatibi, al-Abdari,Syaikh Muhammad bin Shaleh Al 'Utsaimin rahimahullah dan beberapa ulama lain mengharamkan sambutan maulid ini. Al-Hafiz Ibnu Hajar, Ibnu al-Haj dan al-Sakhawi setuju bahawa sambutan maulid al-Rasul adalah bid’ah kerana tidak pernah dilakukan pada zaman Rasulullah, tidak pula pada zaman sahabat dan generasi sesudah mereka. Namun begitu, mereka menilai bahawa sambutan maulid Nabi ini sebagai bid’ah hasanah (bid’ah yang baik), dan akan menjadi bid’ah dhalalah (bid’ah yang sesat) jika mengandungi kemungkaran. Sebahagian besar ulama memandang bahawa sambutan maulid al-Rasul adalah bid’ah muharramah (bid’ah yang haram). Mereka juga berpendapat bahawa segala perbelanjaan harta (infaq) untuk sambutan maulid adalah haram. Yang paling masyhur di antara para ulama yang menyatakan hal ini merupakan bid’ah dhalalah adalah Tajudin Umar bin Ali al-Lakhami al-Sakandari al-Maliki yang terkenal dengan panggilan al-Fakihani. Beliau mengarang kitab berjudul al-Maurid fi al-Kalami ala Amali al-Maulid yang memuat jawapan dari pelbagai pertanyaan oleh masyarakat.

Di dalam kitab tersebut, terdapat soalan tentang maulid berbunyi; “apakah ada dasarnya menurut syara’ ataukah hal itu merupakan bid’ah dalam agama?”. Maka Tajudin menjawab, “Saya tidak mengetahui adanya dasar syar’i untuk sambutan maulid baik dalam Al-Kitab mahupun Sunnah, begitu pula tidak ada satu riwayat pun dari salah seorang ulama umat yang menjadi teladan dalam urusan agama, yang berpegang teguh pada atsar (peninggalan khazanah) orang-orang terdahulu yang mendukung, bahkan hal itu (sambutan maulid) merupakan bid’ah. Bukan termasuk kewajipan yang sesuai dengan ijmak, tidak pula sunnah kerana hakikat dari sunnah (mandub) adalah tuntutan syara’ tanpa adanya celaan bagi yang meninggalkannya. Mereka yang mengadakan maulid tidak mendapat izin dari syara’ untuk menyambutnya. Para sahabat tidak pernah melakukannya, begitu pula para tabi’in tidak melakukannya. Para ulama pun tidak melakukannya. Begitulah sesuai yang saya ketahui...” [lihat Al-Hawiy li al-Fatawi, Imam Suyuthi, juz 1 hlm 190]. Imam Suyuthi sendiri mengarang makalah tentang maulid dengan judul Husnu al-Qasdi fi Amali al-Maulid, di mana di dalamnya beliau menjawab hukum maulid di mana beliau cenderung kepada membolehkannya. Imam Suyuthi menilai berkumpulnya manusia untuk membaca Al-Quran dan pelbagai riwayat atau khabar (hadis) Rasulullah, kemudian ada jamuan makan di dalamnya sebagi bid’ah hasanah, sebab di dalamnya terdapat pengagungan terhadap kedudukan Rasulullah dan menampakkan kegembiraan akan kelahiran baginda. Beliau mengupas pendapat al-Fakihani dan membantahnya.

Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah yang hidup hingga awal abad ketujuh hijriyah (meninggal tahun 728H) pula berpendapat, “Apa yang diada-adakan oleh sebahagian orang dalam aktiviti maulid, kadang-kadang menyerupai Nasara dalam menyambut kelahiran Nabi Isa as, dan kadang-kadang sebagai ungkapan kecintaan dan pengagungan kepada Nabi, bukan untuk bid’ah seperti menjadikan hari kelahiran baginda sebagai hari raya Nabi (maulid), meskipun tanggal kelahiran baginda masih diperselisihkan oleh ulama. Namun sesungguhnya sambutan maulid itu tidak pernah dilakukan oleh orang-orang terdahulu dari generasi salaf (sahabat, tabi’in dan tabi’i tabi’in) padahal merekalah yang lebih berhak melakukannya jika itu diperlukan, dan tidak ada suatu apa pun yang dapat mencegah mereka melakukannya. Andaikata itu merupakan satu kebaikan yang pasti atau kuat dugaan kebenarannya, nescaya generasi salaflah yang paling berhak dari kita untuk melakukannya, kerana mereka termasuk orang-orang yang paling kuat kecintaannya dan pengagungannya kepada Nabi dan dari segi mengerjakan kebaikan, mereka lebih memerhatikan hal ini dari generasi-generasi Islam lainnya. Kesempurnaan dan kecintaan kaum Muslimin dan pengagungan mereka kepada Nabi seharusnya nampak dalam peneladanan, ketaatan dan pelaksanaan perintah Rasul. Termasuk dalam hal ini adalah menghidupkan sunnah Nabi baik secara batin (dalam diri) mahupun zahir (dalam realiti kehidupan), menyebarkan risalahnya serta berjihad dalam penyebaran risalah itu dengan hati, tangan dan lisan. Itulah cara orang-orang terdahulu...” [Iqtidhau al-Sirathil Mustaqim Mukhalafatu As-habi al-Jahim, hlm 294-297].

Sumber : http://www.mykhilafah.com/sautun-nahdhah/369-sn166-hukum-menyambut-maulid-al-rasul

Friday, February 19, 2010

Asal usul aliran sufi



Asal usul aliran sufi

Mengapa disebut dengan nama itu? Kata sufi diambil dari sebuah kata yunani 'Sophia' yang bermakna kebijaksanaan. Dikatakan juga bahwa sufi adalah sebuah kata yang dihubungan dengan memakai pakaian wol / shuf (sejenis pakaian yg di perbuat dari bulu binatang). Dan perkataan ini adalah yang paling mendekati karena pakaian wol merupakan tanda kezuhudan mereka (yaitu melepaskan diri dan menjauh dari kehidupan dunia). Dikatakan bahwa hal ini dilakukan untuk meneladani 'Isa bin Maryam 'alaihis-salaam.

Muhammad bin Siriin [seorang tabiin terkenal yang meninggal pada tahun 110 H] disampaikan kepada dia bahwa orang tertentu memakai pakaian wol untuk meneladani 'Isa bin Maryam, maka dia berkata:
إن قوما يتخيرون لباس الصوف يقولون إنهم يتشبهون بالمسيح بن مريم ، وهدي نبينا أحب إلينا وكان صلى الله عليه وسلم يلبس القطن وغيره ،
“Ada satu kaum yang memilih dan mengutamakan memakai pakaian wol, mengaku bahwa mereka ingin meneladani Al-Masih bin Maryam. Tetapi jalan Nabi kita lebih kita cintai, dan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memakai pakaian lain.”

Kemunculan pertama Aliran sufi

Berhubungan dengan kemunculan pertama kali aliran sufi, kata ‘sufi’ tidak dikenal pada zaman shahabat, lebih-lebih kata tersebut tidak diketahui dalam tiga generasi pertama yang terbaik. Istilah tersebut dikenal setelah penghujung tiga generasi pertama.

Kemunculan pertama aliran sufi di Basrah, 'Iraq. Dimana beberapa orang ingin berlebih-lebihan dalam ibadah dan dalam menghindari kehidupan keduniaan, sebagaimana tidak ditemukan di tempat lain.

Bagaimana Aliran sufi lahir?

Ketika aliran sufi pertama muncul tidaklah ada ciri khusus mereka yang sangat jelas, tetapi hanya sebuah masalah mulai berlebihan dalam meninggalkan kehidupan dunia, dan terus-menerus dalam dzikir (mengingat Alloh) dan membiasakan dengan rasa khouf (takut) yang berlebihan dalam mengingat Alloh yang kadang mengakibatkan seseorang pingsan atau mati ketika mendengar sebuah ayat yang menyebutkan sebuah ancaman adzab/siksa. Hal ini terlihat dalam kisah Zurarah bin Aufa -hakim Basrah- yang dibacakan: “Ketika sangkakala ditiup.” [Al-Mudatsir 73:8] dalam sholat Fajr dan dia jatuh meninggal. Kisah yang serupa pada Abu Jahr Al-A’ma, ketika Sholih Al-Murri membacakan qur’an kepada dia dan dia jatuh mati. Selain dari mereka ada yang pingsan ketika mendengar Al-Qur’an.

Hal seperti ini tidak ditemukan di antara para sahabat, sehingga sekelompok sahabat dan tabiin seperti Asma' binti Abi Bakr dan 'Abdulloh bin Az-Zubair dan Muhammad bin Sirin mengkritik hal tersebut sebab mereka melihat bahwa hal tersebut merupakan bid’ah dan bertentangan dari apa yang mereka ketahui dari cara Sahabat.

Ibnul Jauzi berkata:

“Aliran sufi adalah suatu jalan orang, yang dimulai dari mengabaikan seluruh kehidupan dunia, kemudian mereka yang mengikat diri pada jalan tersebut. Oleh karena itu selanjutnya para pencari akhirat dari orang awam menjadi tertarik kepada mereka karena mereka meninggalkan kehidupan dunia yang mereka wujudkan, dan pencari akhirat ada juga yang tertarik kepada mereka karena kehidupan yang mudah dan permainan.” [Talbis Iblis hal.161]

Berikut ini akan dibawakan tentang alasan kemunculan aliran sufi dan sumber-sumber perkembangannya:
1. sumber pertama: beberapa ahli ibadah di antara muslimin memalingkan semua perhatiannya untuk meninggalkan kehidupan dunia dan mengkhususkan diri mereka untuk ibadah. Sumber pertama ini muncul pada zaman Nabi Sholallohu ‘Alaihi Wa Sallam ketika beberapa sahabat memutuskan untuk menghabiskan malam untuk bersungguh-sungguh dalam sholat dan meninggalkan tidur. Yang lain memutuskan untuk puasa setiap hari tanpa berbuka. Yang lain memutuskan untuk tidak menikah dengan wanita. Sehingga ketika berita itu sampai pada Nabi Sholallohu ‘Alaihi Wa Sallam dia berkata:
“Apa yang terjadi dengan orang yang mengatakan demikian dan demikian. Saya berpuasa tetapi saya berbuka, saya sholat malam tapi saya juga tidur, dan saya menikahi wanita. Barangsiapa membenci sunnahku, maka dia bukan golonganku.” (HR. Bukhori dan Muslim).

Lebih lagi bid’ah kehidupan seperti rohib (rohbaniyah) dilarang dalam Al-Qur’an. Alloh berkata:
وَرَهْبَانِيَّةً ابْتَدَعُوهَا
“...rohbaniyah yang mereka ada-adakan untuk diri mereka...” [Al-Hadid: 27].

Namun ketika Nabi Sholallohu ‘Alaihi Wa Sallam meninggal, dan banyak orang masuk ke dalam Islam dari agama-agama sebelumnya. Kemudian sekelompok orang berlebihan dalam meninggalkan kehidupan dunia dan hal itu dibiarkan tumbuh dan aliran sufi menemukan sebuah tempat di hati-hati orang-orang ini, karena hal itu datang pada tanah yang subur untuk ditanami.

2. Masalah kedua yang menarik jiwa orang-orang adalah sesuatu yang muncul di antara muslimin dalam bentuk dua ideologi. Satu diantaranya adalah pemahaman falsafah, yang lain adalah agama-agama sebelumnya.

Yang pertama, merupakan sisi pandang dari sekolah filosof yang menyatakan bahwa ma’rifah (pengenalan) diperoleh dalam jiwa dengan latihan jiwa dan pensucian jiwa.

Ideologi yang kedua, berupa kepercayaan bahwa ketuhanan bersemayam di dalam jiwa manusia, atau keyakinan bahwa ketuhanan hasil reinkarnasi sifat kemanusiaan. Gagasan ini muncul untuk mendapat tempat di antara sekte-sekte bathil yang menisbatkan diri mereka kepada Islam pada masa-masa awal, ketika muslimin bercampur dengan kristen. Gagasan ini muncul di antara Sabaiyah dan sebagian Kaisaniyah, kemudian Qaramitah, kemudian di antara Batiniyah, kemudian dalam bentuk akhir muncul di antara beberapa pengikut sufi.

3. Ada sumber lain yang diambil, dan yang menyebabkan ada kecenderungan kepada sufi, dimana menurut para pengikut sufiyah bahwa nas-nas Al-Kitab dan Sunnah, itu mempunyai yang zhohir (mempunyai makna tersurat yang jelas) dan yang bathin (pengertian tersirat yang tersembunyi)... kelihatan bahwa sangat jelas mereka mengambil gagasan ini dari Bathiniyah.

Sehingga semua jenis gagasan ini dicampur, dimulai dari sikap berlebihan dalam meninggalkan kehidupan dunia sampai membuka pintu bid’ah gagasan bahwa ketuhanan bersemayam dalam makhluk, sampai gagasan bahwa semua makhluk adalah satu hakikat, yang merupakan Alloh (wihdatul wujud). Dari percampuran semua pemikiran ini lahir aliran sufi, yang muncul dalam Islam. Aliran ini berkembang pada abad empat dan lima dan mencapai puncaknya setelah itu, yang semakin jauh dari petunjuk Al-Qur’an Al-Karim dan Sunnah yang murni. Sampai para pengikut aliran sufi menyebut semua yang mengikuti Al-Qur’an dan Sunnah sebagai ‘ahli syari'at’ dan ‘ahli tekstual’ (ahlul-dhaahir), sedangkan mereka menyebut diri mereka sebagai ‘ahli hakikat’ dan ‘orang yang punya pengetahuan tersembunyi’ (ahlul-batin).

Di edit semula oleh pakatan09

Sumber asal :http://fatwasyafiiyah.blogspot.com/2009/10/asal-usul-aliran-sufi.html

Thursday, February 18, 2010

PENJELASAN TERHADAP FAHAMAN SYIAH



Assalamualaikum,
Ajaran Syiah pada hakikatnya adalah satu ajaran yang dirancang dan disusun sekian lama oleh musuh-musuh Islam. Ia merupakan hasil dan buah daripada pokok-pokok beracun yang ditanam oleh musuh-musuh Islam di bumi Islam.

Untuk mengetahui betapa bahayanya ajaran Syiah kepada aqidah, syariah dan umat Islam, perlu kita merenung kembali sejarah silam ke zaman khalifah Islam ketiga, ketika mana gerakan menentang khalifah dan usaha-usaha menggugat perpaduan umat di setiap wilayah yang dikuasai Islam pada masa itu dilancarkan begitu hebat sehingga akhirnya terkorban syahid Khalifah Umat Islam Uthman bin Affan.

Sesungguhnya fahaman Syiah tanpa kita sedari telah merebak di negara yang kita cintai ini.Di Malaysia, kumpulan Syiah ini dipercayai mula bertapak selepas kejayaan Revolusi Iran pada tahun 1979. Pengaruh ajaran dan fahaman kumpulan ini menular ke negara ini melalui bahan-bahan bacaan dan orang perseorangan sama ada yang berkunjung ke Iran atau yang datang dari Iran. Fahaman Syiah ini bertambah meruncing apabila beberapa orang pensyarah universiti tempatan telah memainkan peranan untuk menyebarkan fahaman Syiah Ja'fariyah secara serius kepada para pelajar di Institut Pengajian Tinggi. Pengaruh fahaman Syiah ini kian menular ke negeri-negeri di Semenanjung Malaysia, antaranya Kelantan, Johor, Perak, Wilayah Persekutuan dan Selangor.

Muzakarah Jawatankuasa Fatwa Majlis Kebangsaan Bagi Hal Ehwal Agama Islam dalam keputusannya yang bertarikh 5 Mei 1996 telah mewartakan kesesatan Syiah dan mengharamkannya dari diamalkan di Malaysia.

Antara negeri yang telah mewarta dan mengharamkan Syiah ;

Selangor : 19 Januari 1998 W.Persekutuan : 3 April 1997

Terengganu : 25 September 1997 P. Pinang : 16 Januari 1997

N.Sembilan : 12 Mac 1998 Kelantan : September 1987

Mereka yang rapuh kefahaman agamanya akan mudah terpengaruh dengan ajaran Syiah.Pada dasarnya mereka menggunakan ayat ayat Quran dan hadis hadis sohih dalam menjalankan di'ayah mereka.Senjata yang paling ampuh mereka gunakan untuk mempengaruh orang ialah dengan memutarbelitkan fakta sejarah khususnya sejarah Rasullullah dan para sahabat.Bagi yang lemah tentang sejarah Islam akan mudah di tarik ke dalam kumpulan mereka.Syiah Imamiyyah mempercayai keimaman dua belas.

Imam 12 bagi Syiah Imamiyyah juga dikenali dengan nama fahaman Isna Ashariah:

1. Ali bin Abu Talib
2. Hasan bin Ali
3. Husain bin Ali
4. Ali bin Husain (Zainal Abidin)
5. Muhammad bin Ali bin Hussin (Muhammad Baqir)
6. Jaafar bin Muhammad (as-Sadiq)
7. Musa bin Jaafar (al-Kazim)
8. Ali bin Musa (al-Rida)
9. Muhammad bin Ali (aljawad)
10.Ali bin Muhammad (al-Hadi)
11.Hasan bin Ali (al-Askari)
12.Muhammad bin Husain (al-Mahdi).Beliau dikatakan
hilang pada tahun 329 Hijrah.


Antara ciri ciri Syiah ialah :
1. Menganggap Imam Imam mereka ma'sum ( bersih dari dosa)
2. Mengamalkan sikap Berpura pura ( al-Taqiyyah )
3. Menyanjung Khalifah Ali secara keterlaluan.
4. Mengkafirkan para sahabat kecuali beberapa orang.
5. Menghalalkan nikah mut'ah
6. Mengkafirkan ahli sunnah
7. Menambah syahadah Ali dalam azan.
8. Menolak ljmak Ulama.
9. Menolak Qias.
10.Menyiksa Tubuh Badan Sempena 10 Muharram.
11.Menghina Isteri-isteri Nabi s.a.w.
12.Menggunakan batu karbala ketika solat.

Untuk penjelasan lanjut tentang Syiah sila lawati :

http://www.islam.gov.my/e-rujukan/syiah.html

http://rasuldahri.tripod.com/articles/kka1_tiga.htm

Allahua'lam.

Wednesday, February 17, 2010

LARANGAN KERAS MENYELISIHI SHAF DALAM SHOLAT DAN MEMBIARKAN CELAH SERTA TIDAK MENUTUPNYA



Assalamualaikum,
Persoalan menjaga saf dan merapatkan saf di dalam solat adalah merupakan suatu permasalahan yang kian terabai. Ramai dari kalangan masyarakat hari ini, mengambil mudah dalam hal ini sebagaimana yang banyak berlaku di masjid-masjid sekeliling kita. Saf-saf solat mereka kelihatan renggang, tidak sekata, dan lebih mengecewakan adalah apabila para imam sendiri tidak ambil endah berkenaan hal ini.Kalau ada individu berusaha untuk merapatkan saf dengan menemukan tumit ketumit,bahu ke bahu kita akan lihat jemaah disebelah kiri dan kanan kita akan semakin menjauhkan diri dari kita.Seolah olah mereka tidak mahu bersentuhan dan rapat dengan kita.Fenomena ini berlaku dimana mana Masjid atau surau dinegara kita ini.Jesteru itu tidak hairanlah diantara kita sesama ummat Islam tidak ada kekuatan dalam kesatuannya.

Diriwayatkan dari 'Abdullah bin Mas'ud, ia berkata: Rasululloh biasanya mengatur bahu-bahu kami ketika hendak sholat hendak sholat sambil brkata :
"astawuu wala takhtalifuu fatah talifa quluu bukum liya niiminkum ulul ahla mi wannaha tsammmalladzii na yaluu tahum tsummalladzii na yaluutahum".
artinya: Luruskanlah shaf dan janganlah berselisih hingga membuat hati kalian saling berselisih, Hendaklah shaf pertama dibelakangku diisi oleh orang-orang pintar dan berakal. Menyusul orang-orang yang dibawah mereka kedudukannya mengisi shaf-shaf berikutnya.

Diriwayatkan dari 'Abdullah bin Umar, bahwasanya Rasululloh bersabda:
Rapatkanlah shaf kalian, rapatkanlah bahu-bahu kalian, tutuplah celah, berlemah lembutlah terhadap tangan-tangan saudara kalian (yang meluruskan shaf), jangan biarkan ada celah, untuk syaithon-syaithon, barang siapa menyambung shaf, niscaya ALLOH akan menyambungnya ,barang siapa memutus shaf, niscaya ALLOH akan memutusnya.
Diriwayatkan dari Abdullah bin Abbas, ia berkata Rasululloh bersabda:
"Jangan sampai kedapatan olehku masih ada celah!yakni dalam sholat."

Kandungan Bab:
1. Haram hukumnya memutus shaf dan menyelisihinya di dalam sholat atau membiarkan ada celah untuk syaithon dan tidak memutupnya
2. Merapatkan shaf mendatangkan banyak sekali hikmah, diantaranya,
a.Menyerupai shaf-shaf Malaikat yang mulia sebagaimana mereka bershaf dihadapan ALLOH. Dalam hadits Jabir bin Samurah ia berkata: Rasululloh keluar menemui kami lalu berkata: "Maukah kalain bershaf seperti para Malaikat bershaf dihadapan RABBNYA?" Kami berkata: Wahai Rasululloh bagaimana para malaikat bershaf di hadapan Rabbnya? "Rasul bersabda: Mereka menyempurnakan terlebih dahulu shaf pertama dan merapatkannya. "
HR.Muslim(430)
b.Mempersempit jalan-jalan masuk bagi syaithon. Ssesungguhnya syaithon masuk melalui celah dan tempat kosong (shaf).
c.Shaf yang baik, rapat dan lurus merupakan tanda kebaikan dan kesempurnaan sholat. banyak sekali hadits yang menjelaskannya, diantaranya hadits Anas, ia berkata: Rasululloh bersabda: "Rapatkanlah shaf kalian, karena merapatkan shaf termasuk penegakan sholat"
HR, Al-Bukhari(723) dan Muslim(433)
3. Merapatkan shaf disempurnakan dengan saling merapatkan bahu dan mata kaki. Dalilnya adalah penerapan yang dilakukan oleh para Sahabat dibelakang Rasululloh disebutkan dalam hadits Anas bin Malik "Setiap oang merapatkan bahunya ke bahu orang yang disampingnya dan merapatkan kakinya dengan kaki orang yang disampingnya. "
HR.Al-Bukhari( 725)
4. Seorang imam seharusnya merapatkan shaf dengan perkataan maupun perbuatannya sehingga para makmum dapat memahaminya. Dalam hadits an Nu'man bin Basyir disebutkan bahwa Rasululloh merapatkan shaf kami seolah beliau merapatkan batang anak panah. Sehingga aku saksikan sendiri kami telah memahami intruksi beliau. Pada suatu hari beliau keluar untuk sholat dan hampir saja bertakbir. Beliau melihat seorang makmum tubuhnya agak menjulur ke depan shaf. Beliau berkata: "Hai hamba-hamba ALLOH luruskanlah shaf kalian atau ALLOH akan membuat wajah-wajah kalian berselisih."
Yaitu dengan mengatur posisi makmum dan memerintahkan mereka untuk merapatkan shaf, memeriksa celah an shaf yang masih kosong serta segera memerintahkan agar menutupnya.
HR.Al-Bukhari( 717)dan Muslim(436/128)
Hadits hasan diriwayatkan oleh Abu Dawud(672)
semoga bermanfaat

Sumber assunnah@yahoogroups

Sunday, February 14, 2010

CARA MEMBANTU ORANG YANG SUDAH MATI BERDASARKAN AL-QURAN DAN HADIS SHAHIH



Gambar hiasan

CARA MEMBANTU ORANG YANG SUDAH MATI BERDASARKAN AL-QURAN DAN HADIS SHAHIH

Bagaimanakah caranya membantu orang yang sudah mati berdasarkan Al-Quran dan Hadis Shahih Nabi saw?

Di dalam menjawab persoalan ini, kita tumpukan hanya kepada dalil-dalil dari Al-Quran dan hadis shahih semata-mata. Kita menolak hadis-hadis dhaif hanya kerana mengambil jalan selamat kerana sesungguhnya berurusan dengan orang yang sudah mati merupakan satu perkara yang melibatkan alam yang lain dari alam yang kita duduki sekarang. Oleh kerana itu, akal tidak boleh dipakai sama sekali kerana Allah telah menghadkan akal pemikiran manusia setakat mana Dia ingini. Memandangkan dunia ghaib ini tidak dapat kita lihat mahupun rasai, maka kita memerlukan bantuan dari Allah yang Maha Kuasa di samping Nabi kita Muhammad saw.

Terdapat beberapa cara yang membolehkan orang yang masih hidup membantu mereka yang sudah mati.

Pertama: Doa orang yang masih hidup untuk si mati.

Kaedah ini berlandaskan kepada dalil yang jelas di dalam Al-Quran surah Al-Hasyr ayat 10 yang bermaksud:

Dan orang-orang (Islam) yang datang kemudian daripada mereka (berdoa dengan) berkata: Wahai Tuhan kami! Ampunkanlah dosa kami dan dosa saudara-saudara kami yang mendahului kami dalam iman dan janganlah Engkau jadikan dalam hati kami perasaan hasad dengki dan dendam terhadap orang-orang yang beriman. Wahai Tuhan kami! Sesungguhnya Engkau Amat Melimpah Belas Kasihan dan RahmatMu.

Di samping itu, anjuran solat jenazah merupakan satu bukti kukuh. Ini kerana intipati bacaan di dalam solat itu sendiri merupakan satu doa buat si mati. Dan tidak dinafikan, solat jenazah adalah amalan Nabi saw dan banyak hadis-hadis shahih menceritakan mengenainya.

Kedua: Membayar hutang puasa si mati.

Orang yang tidak mengerjakan puasa Ramadhan selama beberapa hari atau lebih dari itu, atau ia tidak mengerjakan puasa "nazar" atau puasa "kifarah", disebabkan uzur syar'i (seperti sakit dan sebagainya) lalu ia mati sebelum sempat mengqadha puasanya, maka ia tidak dikira berdosa.
Dengan itu, pihak kaum kerabatnya tidak dikenakan mengqadha puasanya atau membayar "fidyah" dari harta peninggalannya.

Sebaliknya, kalau ia mati setelah hapus uzurnya - yakni setelah ia sembuh dari sakitnya dan sebagainya - kemudian semasa hayatnya tidak mengqadha puasanya itu maka hukumnya menurut jumhur ulama', bahawa pihak kaum kerabatnya tidak dibolehkan berpuasa untuknya tetapi hendaklah membayar "fidyah" untuknya dari harta peninggalannya, iaitu memberi makan orang miskin, satu cupak bagi tiap-tiap satu hari yang tidak dikerjakan puasanya.

Menurut huraian ulama' rahimahullah: Kadar satu "fidyah" untuk satu hari yang ditinggalkan puasanya ialah "satu cupak" dari jenis makanan yang mengenyangkan yang biasa dimakan oleh penduduk sesebuah negeri.
Fidyah itu pula hendaklah di berikan kepada orang fakir miskin sahaja seorang miskin, boleh di berikan "satu cupak" - tidak terhad.

Fidyah itu pula hendaklah diberikan kepada orang faqir miskin sahaja. Seseorang miskin, boleh diberikan "satu cupak" atau "beberapa cupak" - tidak terhad.
Tetapi fidyah yang satu cupak itu tidak boleh dibahagikan dua untuk diberikan kepada "dua orang miskin", kerana yang demikian tidak merupakan "satu fidyah" yang sempurna dan dengan itu tidak sah hukumnya.
Terdapat juga dalam hadis yang lain iaitu:

Dari Ibn Abbas r.a., katanya: Seorang lelaki datang mengadap Nabi Muhammad s.a.w. lalu berkata: "Ya Rasulullah, ibu saya telah mati sedang ia menanggung hutang puasa (yang wajib) selama sebulan, bolehkah saya mengqadha puasanya itu?"
Baginda menjawab: "Boleh, (Kalau hutang sesama manusia wajib dibayar) maka hutang (manusia kepada) Allah lebih berhak diselesaikan.
(Hadith Sahih - Riwayat Bukhari)

Hadith ini mengatakan bahawa orang mati yang menanggung hutang puasa yang wajib (sama ada puasa Ramadhan atau pun puasa nazar atau puasa kifarah), boleh dibayar oleh orang yang termasuk dalam lingkungan kaum kerabatnya - dengan jalan berpuasa untuknya.

Dalam huraiannya, Imam Nawawi rahimahullah berkata: Imam al-Syafi'i rahimahullah, mempunyai "dua qaul" dalam masalah ini:

Pertama - Hutang puasa si mati hendaklah dibayar dengan "fidyah" sahaja.

Kedua - Boleh juga dibayar dengan jalan berpuasa untuknya.
Berdasarkan keterangan yang tersebut, maka kesimpulan masalah ini dalam mazhab Syafi'i ialah: Menurut "qaul" yang pertama: Hutang puasa si mati , hendaklah di bayar dengan "fidyah" sahaja oleh walinya.
Menurut "qaul" yang kedua pula: Pihak walinya bebas memilih, sama ada dengan memberi fidyah atau dengan berpuasa untuknya.

Salah satu hadis yang lain juga:

Dari `Aisyah r.a., bahawa Rasulullah s.a.w. bersabda: "Barangsiapa mati sedang ia menanggung hutang puasa (yang wajib) hendaklah walinya (membayar dengan) berpuasa untuknya".
(Hadith Sahih - Riwayat Bukhari dan Muslim)

Nota: Huraian di atas adalah pendapat Imam SyafiI bukannya pendapat yang rajih berkaitan qadha puasa si mati. Tumpuan kita adalah apakah cara yang dibolehkan dalam membantu orang yang sudah mati.

Ketiga: doa anak yang soleh/solehah,

Dari Abu Hurairah r.a. bahawa Nabi Muhammad s.a.w bersabda: "Apabila seorang anak Adam mati putuslah amalnyakecuali tiga perkara: sedekah jariah atau ilmu yang memberi manfaat kepada orang lain atau anak yang soleh yang berdoa untuknya."
(Hadith Sahih - Riwayat Muslim dan lain-lainnya)

Hadith ini juga diriwayatkan dengan lafaz yang lain seperti berikut:

Dari Abu Hurairah r.a. bahawa Nabi Muhammad s.a.w. bersabda: "Apabila seorang manusia mati , putuslah (tulisan pahala) amalan (setakat itu) (1) Kecuali tiga perkara (yang akan berlanjutan tulisan pahalanya) iaitu sedekah jariah atau ilmu memberi kepada yang faedah orang lain atau anak yang soleh yang berdoa untuknya." (2)
(Hadith Sahih - Riwayat Imam Ahmad)

"Sedekah jariah" ialah harta benda yang diwaqafkan kerana Allah Taala, seperti:

(1) Mewaqafkan sebuah kebun bersama hasil tanamannya untuk kebajikan umum. Atau mewaqafkan sebidang tanah untuk menjadi tapak masjid, surau, rumah anak yatim, madrasah, sekolah dan sebagainya.
(2) Mendirikan - atau berkhairat ala kadarnya untuk mendirikan masjid surau, rumah anak yatim, madrasah, sekolah dan sebagainya.
(3) Mendirikan rumah waqaf untuk kaum kerabat sahaja atau umum untuk orang-orang miskin yang memerlukan tempat berteduh atau untuk disewakan dan hasilnya dikhairatkan untuk kebajikan umum.
(4) Mendirikan rumah "musafir khanah" untuk persinggahan orang-orang musafir yang memerlukannya.
(5) Dan lain-lain lagi yang termasuk dalam amalan yang diredhai Allah seperti mendirikan hospital dan kutub khanah, mencetak al-Qur'an dan kitab-kitab Islam serta buka-buka pengetahuan yang berguna dan sebagainya.

Amalan "waqaf" dalam Islam ini telah bermula semenjak zaman Rasulullah s.a.w. dan telah berkembang di negara-negara Islam hingga hari ini dan seterusnya, malah ada yang datang membentuk "Kementerian Waqaf di negara masing-masing.

Selagi harta benda yang diwaqafkan itu masih wujud dan dinikmati faedahnya olah umum maka tuan punya harta itu akan mendapat pahalanya berterusan semasa ia hidup dan sesudah ia mati .

Kedua: "Ilmu yang berguna atau bermanfaat kepada orang lain," yang tersebut dalam hadith ini ialah ilmu yang berhubung dengan agama Islam secara khusus dan juga yang berhubung dengan kemajuan di dunia secara umum, sama ada melalui syarahannya kepada murid-muridnya dan orang ramai, atau melalui kitab-kitab dan buku-buku karangannya.

Selagi ilmu yang diajarkannya atau kitab-kitab dan buku-buku karangannya masih wujud dan dinikmati faedahnya oleh umum maka ia akan mendapat pahalanya berterusan semasa ia hidup dan sesudah ia mati .

Ketiga: "Anaknya yang soleh yang berdoa untuknya"
Doa anak kepada kedua ibu bapanya, sama ada anak itu orang yang soleh atau sebaliknya adalah baik dan berguna. Tetapi doa anak yang soleh lebih diharap tentang makbulnya.
Sebab itulah Rasulullah s.a.w. menarik perhatian tentang kelebihan anak yang soleh dalam hadithnya ini, supaya ibu bapa mendidik anak-anak masing-masing dengan sebaik-baiknya sehingga anak itu menjadi orang yang berjaya di dunia dan berjaya di akhirat.

Serentak dengan itu kedua ibu bapa akan mendapat rahmat disebabkan usahanya mendidik anak-anaknya dengan sebaik-baiknya dan mendapat rahmat pula disebabkan doa anaknya yang soleh itu.


Keempat: melangsaikan hutang harta si mati

Orang ramai boleh juga membantu si mati dengan cara melangsaikan hutang harta si mati. Terdapat beberapa hadis yang menceritakan kebolehan tersebut. Di antaranya:
Di dalam satu hadis sahih yang bermaksud:

Berkata Jabir bin Abdullah rh: Telah meninggal dunia salah seorang daripada kami, lalu kami mandikannya, kapankannya dan kemudian kami letakkan jenazah di tempat yang biasa diletakkan jenazah iaitu di Makm Jibril untuk diselesaikan oleh Rasulullah saw. Dan kami memaklumkan kepada baginda untuk disolatkan jenazahnya. Lalu baginda pun datang mendekati jenazah lalu bertanya kepada kami, Barangkali jenazah ini ada meninggalkan hutang. Lalu kami jawab, Benar, ya Rasulullah. Ada 2 dinar. Rasulullah saw berundur dan bersabda, kamu sahajalah yang menyembahyangkan jenazah sahabatmu ini. Lalu salah seorang daripada kami yang di panggil Abu Qatadah berkata, Ya Rasulullah, kedua-dua dinar hutang jenazah ini adalah tanggungjawab saya. Kemudian Rasulullah bersabda lagi, Mula sekarang, 2 dinar itu menjadi tanggungjawab engkau, Abu Qatadah dan engkau mesti ambil dari wang kau sedangkan jenazah ini bebas daripada kedua-dua dinar itu? Jawab Abu Qatadah, Benar, ya Rasulullah. Setelah mendengar pengakuan daripada Abu Qatadah bahawa ia bertanggungjawab melunasi hutang jenazah tersebut, barulah Nabi saw melakukan solat jenazah ke atas si mati. Dan diriwayatkan, pada keesokan harinya, Rasulullah saw bertemu akan Abu Qatadah dan bertanya kepadanya, sudahkah kau lunasi hutang jenazah semalam? Abu Qatadah menjawab, Wahai Rasulullah, bukankah dia baru sahaja meninnggal dunia semalam. Kemudian setiap hari apabila Nabi saw bertemu Abu Qatadah maka akan ditanya, Apakah kamu telah lunasi hutang 2 dinar itu? Jawab Abu Qatadah, telah aku lunasi hutang itu. Mendengar akan jawapan Abu Qatadah, Rasulullah saw bersabda, Sekarang barulah dingin kulitnya kerana azabnya baru sahaja diangkat kerana hutangnya telah selesai.

Hadis di atas memberitahu kita bahawa hutang wajib dilunasi. Bahkan dalam hadis yang lain ada menceritakan bahawa hutang wajib didahului dari keluarga yang miskin. Di dalam hadis di atas juga, mengkhabarkan bahawa bukan sahaja ahli waris yang boleh melunaskan hutang si mati, tetapi juga orang lain yang tiada ikatan kekeluargaan.

Terdapat banyak lagi hadis yang menceritakan akan kebolehan dan kewajipan melunaskan hutang si mati.

Dari Ibn Abbas r.a., bahawa: .. Rasulullah s.a.w bersabda: ".. (Kalau hutang sesama manusia wajib dibayar) maka hutang kepada Allah lebih berhak diselesaikan."
(Hadith Sahih - Riwayat Bukhari dan Muslim).

Kelima: Amalan baik anak sendiri

Di dalam Al-Quran, ayat 39, Allah telah berfirman yang bermaksud:

Dan bahawa sesungguhnya tidak ada (balasan) bagi seseorang melainkan (balasan) apa yang diusahakannya.

Terang di dalam ayat di atas mengatakan bahawa usaha seseorang akan di bawa ketika telah mati.
Bagaimana pula ayat di atas dapat menjadi dalil yang membolehkan amalan baik anak itu sampai kepada si mati? Persoalan ini terjawab dengan hadis sahih di bawah:

Sesungguhnya makanan yang paling baik untuk di makan oleh seseorang ialah hasil titik peluhnya sendiri. Dan sesungguhnya anakanya adalah sebahagian daripada usahanya.
[Hadith sahih-Al-Hakim, Imam At-Turmudzi, Imam Ahmad, Abu Daud An-Nasai]

Di dalam hadis yang lain:

Hadis Aisyah r.a:
Seorang lelaki datang kepada Nabi s.a.w dan berkata: Wahai Rasulullah! Ibuku meninggal dunia secara mengejut dan tidak sempat berwasiat tetapi aku menduga, seandainya dia mampu berkata-kata, tentu dia menyuruh untuk bersedekah. Adakah dia akan mendapat pahala jika aku bersedekah untuknya? Rasulullah s.a.w bersabda: Benar!

Sahih Muslim

Maka jelas, keumuman ayat Al-Quran di atas telah diperjelaskan oleh Rasulullah saw di dalam banyak hadis dan di antaranya hadis di atas.


Kesimpulan

Inilah cara-cara membantu orang yang telah mati secara ringkas. Tidaklah saya nukilkan kesemua dalil dari Al-Quran dan Hadis kerana tujuan sebenar saya masukkan artikel ini di dalam diskusi Isu Talkin ini adalah agar kita tahu apakah amalan yang berlandaskan Al-Quran dan Hadis Sahih semata-mata.

Mengapa mesti kita tinggalkan cara yang sudah pasti sampai kepada simati dan kita ambil amalan yang tidak ada kepastiannya. Bukankah Rasulullah telah mengajar cara yang sebenar membantu orang yang telah mati. Di manakah dalilnya yang mengatakan sampainya pahala membaca Al-Quran kepada si mati oleh orang selain anak-anak sendiri? Dimanakah dalil bahawa membaca surah Yasin di kuburan boleh menolong si mati,amalan tahlilan dan kenduri arwah boleh menolong,dan di manakah dalilnya kewujudan solat fidyah atau hadiah kepada si mati? Dan yang lebih berkait dengan topik perbincangan kita, bagaimana pula ajaran di dalam ucapan talkin itu dapat membantu orang yang telah mati? Cukuplah dengan apa yang diajar dan dilakukan oleh Rasulullah saw. Sesungguhnya cara Rasulullah adalah cara yang terbaik. Allahualam.

RUJUKAN
1. Kaset Ceramah Al-Fadhil Ustaz Abdullah Yasin-Menolong orang yang mati
2. Kitab Irsyadul Ibad Ilasabilirrasyad
3. Al-Fath al-Rabbani (9:204) dan Fiqh al-Sunnah (1:429).
4. Fath al-Bari
5. Seperti yang tersebut dalam kitab-kitab mazhab 'Jadid'nya.
6. Seperti yang dinyatakan dalam kitab-kitab mazhab 'Qadim'nya.
7. Al-Majmu' (6:342).
8. Sabil al-Muhtadin (2:154).
9. Tuhfat al-Ahwazi (3:405) dan Misykat al-Masabih (1:634).
10. Kifayah al-Akhyar (2:212).
11. Mughni al-Muhtaj (1:439).
12. Nihayat al-Muhtaj (3:192) dan Sabil al-Muhtadin (2:154).
13. Al-Muntakhab min al-Sunnah (7:268).
14. http://hadisjakim.harf.com/

Diedit oleh pakatan09 dengan sedikit tambahan.

Sumber : http://syededlee.tripod.com/keunggulanislam/id128.html

Saturday, February 13, 2010

Mengenal pasti Bomoh Jin


Assalamualaikum,
Sekali lagi penulis blog,menghantar artikel mengenai bomoh kerana semenjak kebelakangan ini ramai dikalangan masyarakat kita terutamanya orang orang Melayu beragama Islam terlalu mempercayai bomoh dalam mengubati penyakit yang dideritai.Penulis katakan berubat mmg tak salah disuruh oleh agama.Jikalau penyakit itu berkaitan dgn penyakit modern skrg sprt darah tinggi,kencing manis,skait jantung dan sbgnya haruslah kita berjumpa doktor untuk mendapatkan rawatan.Untuk mendapatkan rawatan alternatif pun tiada masalah,cuma harus berhati hati dengan mereka yang bergelar bomoh,dukun,pawang,tukang telek,paranormal dsbnya yg mendakwa tahu perkara perkara ghaib.Terus terang penulis katakan kebanyakan dari mereka adalah penipu besar dalam menjalankan rawatan berdasarkan pengalaman penulis selama sepuluh tahun.

Pada kali ini penulis nulikan sebuah artikel mengenai bomoh di mana kita boleh mengenal pasti bomoh,dukun,paranormal dsbnya yang menggunakan khidmat Jin dalam menjalankan rawatan mereka.

Tanda-Tanda Tok Bomoh Menggunakan Khadam / Jin Dalam Perubatan

Kebanyakan daripada orang-orang Melayu sangat mempercayai Tok Bomoh sehingga mereka tidak dapat membezakan Tok Bomoh yang batil ( yang menggunakan pertolongan Khadam dalam pengubatan mereka ). Keadaan ini berlaku kerana mereka jahil tentang ajaran Islam yang sebenarnya, oleh itu mereka mudah di tipu oleh lakunan yang dimainkan oleh Tok Bomoh palsu ini. Sebagai panduan diperturunkan serba ringkas contoh-contoh Tok Bomoh yang menggunakan pertolongan khadam dalam pengubatan mereka. Antara tanda-tanda tersebut dapat kita lihat melalui salah satu dari perkara-perkara berikut, antaranya :-

A ) Cara berpakaian semasa mereka berjampi.

Biasanya semasa berjampi Tok Bomoh atau Tok Pawang yang bersahabat dengan khadam ini memakai pakaian khas, antaranya seperti :-

Memakai baju dan seluar yang bewarna hitam dengan melilit kain hitam di kepala atau memakai tengkolok bewarna hitam dan sebagainya.
Memakai jubah. Kadangkala bewarna putih dan kebiasaanya bewarna kuning, kononnya dia dari keturunan raja. Terdapat juga yang memakai jubah hijau kononnya beliau bersahabat dengan Jin Islam.
Terdapat juga yang berpakaian baju Melayu, berkain pelikat dan bersongkok atau berketayap.
Ada juga yang berambut panjang, yang kononnya beliau berketurunan dari Jawa, Sumatera dan sebagainya.

B ) Mengubat Pesakit dengan Cara Menurun/Menyelap.

Sebelum menurun biasanya Tok Bomoh akan membaca beberapa serapah, jampi atau mentera tertentu dan ada kalanya membaca ayat-ayat suci Al-Quran. Terdapat juga yang memegang keris dan mengasapkanya pada asap kemian. Dalam beberapa saat sahaja masuklah Jin ke dalam tubuh Tok Bomoh tersebut. Ada yang mengeletar, ada yang berguling-guling dan sebagainya, ketika di masuki oleh Jin khadam mereka itu.

Suara dan raut wajah mereka juga akan bertukar. Sesetengahnya kelihatan sangat tua dan berkedut, manakala suara mereka juga terketar-ketar dan sangat perlahan dan adakalanya susah untuk di fahami, ini kerana Jin sahabat mereka itu sudah tua. Matanya kadang-kala pejam dan suka tunduk ke bawah. Suara juga sudah berubah dan mengikut jenis dan dari tempat mana Jin itu berasal. Kalau Indonesia, ia akan bercakap bahasa Indonesia atau bahasa Jawa, begitulah seterusnya. Biasanya ucapan Jin tersebut di mulai dengan katanya " Assalamualaikum, apa hajat cucu ku datang ke mari / memanggil ku ? "


C) Tanpa Menurun / Menyelap.

Terdapat juga Tok Bomoh yang mempunyai khadam daripada gulungan Jin yang memanggil Jin khadam mereka tanpa menurun. Cara rawatan tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara antaranya :-

Dengan meletakkan air, limau dan sintuk atau barang-barang lain yang difikirkan perlu di hadapannya.
Terdapat juga Tok Bomoh jenis ini yang menilik terlebih dahulu, seperti dengan menggunakan limau dan menggolekkanya atau membelahnya kemudian dilepaskan kedalam air dan melihat limau tersebut samada terbalik atau tertiarap. Mereka juga kadangkala menggunakan mangkuk putih yang diisikan dengan air sambil menilik dan membuat ramalan. Terdapat juga Tok Bomoh yang menggunakan jarum yang diletakkan di atas air dan jarum tersebut akan berpusing dan sebagainya.

D) Membelah Batin.

Pertolongan daripada khadam juga digunakan oleh Tok Bomoh-Tok Bomoh yang dapat membelah batin pesakitnya tanpa menggunakan sebarang alatan pembedahan seperti pisau dan sebagainya. Walaupun kadang-kala Tok Bomoh jenis ini juga menggunakan pisau tetapi tiada kesan luka yang dapat di lihat di badan pesakit. Pesakit akan merasai seolah-olah seperti di bedah dan dapat merasai kesan darah dan sebagainya. Setelah selesai melakukan pembedahan batin ini, Tok Bomoh tersebut biasanya akan menggunakan daun sireh atau limau nipis untuk menyempurnakan pembedahan ghaibnya.

Antara yang di larang dalam menjalankan rawatan terhadap pesakit ialah


Tidak terikat dengan mana-mana syarat daripada Khadam
Tidak menggunakan Tanasukh Aruah ( Menurun )
Kelakuan yang tidak menyalahi syarak ketika melakukan rawatan.
Perawat telah mantap pegangan dan kefahaman Akidah, Akhlak dan Syariat.
Sebenarnya tidaklah salah jika kita ingin mengubati orang, malahan Islam juga menggalakkan umatnya menceburi Bidang tersebut, kerana Bidang tersebut merupakan salah satu daripada Fardhu Kifayah tetapi biarlah cara dan amalan serta kaedahnya itu merupakan sesuatu yang diharuskan oleh syarak dengan mengikuti contoh yang telah ditunjukkan oleh Nabi Muhammad s.a.w, bukannya yang di terima melalui mimpi, menggunakan pertolongan khadam yang terdiri daripada para Jin dan sebagainya.


Tok Bomoh yang Makan Upah.

Terdapat sejenis Tok Bomoh lagi yang amat bahaya dalam masyarakat Melayu, yang kerjanya hanyalah untuk menimbulkan kesusahan dan huru hara kepada orang lain. Tok Bomoh jenis ini lebih di kenali sebagai Tok Bomoh yang makan upah. Tok Bomoh jenis ini kebiasaannya mempunyai khadam daripada golongan Jin Islam yang fasik dan Jin Kafir serta kuncu-kuncu mereka.

Mereka menggunakan perkhidmatan Jin-Jin tersebut untuk menganiayai manusia lain atas sebab-sebab tertentu, antaranya seperti iri hati, hasad dengki atau cemburu atas kejayaan orang lain samada dalam bidang perniagaan, pekerjaan, persekolahan atau marah kepada orang atasan kerana tidak terpilih untuk kenaikan pangkat atau tidak memenangi tender dan sebagainya. Terdapat juga mereka yang menggunakan Tok Bomoh jenis ini bagi membalas dendam sebab sakit hati kerana di hina, di kutuk atau kerana senda gurau yang berlebihan.


Terdapat juga sesetengah orang yang menggunakan perkhidmatan Tok Bomoh ini semata-mata kerana marah atau benci kepada orang lain di sebabkan kekayaan orang tersebut atau iri hati melihat orang tersebut lebih berada daripadanya atau marah kerana kesombongan orang lain terhadapnya dan lain-lain lagi.


Kebanyakan kes yang dijadikan alasan oleh sesetengah orang yang mendapatkan perkhidmatan Tok Bomoh jenis ini kebiasaanya berhubung dengan masalah rumah tangga contohnya seperti untuk menundukkan suami atau isteri yang terlalu garang, meruntuhkan rumah tangga orang lain, supaya dirinya nampak cantik dan di sayangi oleh suami ( dalam kes si suami yang berpoligami ), kerana pinangannya di tolak oleh pihak keluarga wanita atau kekasihnya di rampas oleh lelaki lain dan sebagainya.



Cara-cara Untuk Melakukan Penganiyaan.

Terdapat berbagai cara yang di lakukan oleh orang-orang yang dengki tersebut, supaya matlamat yang mereka impikan tercapai, walaupun terpaksa mengeluarkan belanja yang banyak serta bersusah payah memenuhi syarat-syarat yang dikenakan oleh Tok Bomoh tersebut untuk menjayakan penganiayaan mereka. Antaranya :-


A) Menanam barang-barang Hikmat

Setelah mendapatkan perkhidmatan Tok Bomoh jenis ini orang tersebut mestilah menanam barang-barang tertentu yang telah di puja dan di jampi oleh Tok Bomoh, seperti minyak dagu, minyak berpuja ( minyak orang mati di bunuh ) telur ayam, kulit kerbau balau yang mati di panah petir, tulang orang mati, tulang babi, tulang kongkang, kulit babi, besi bath siam, tahi besi, paku, rambut, gigi, patung siam, tanah kubur, tengkorak, batu tokong siam atau tokong Hindu, serpihan batu asah dan sebagainya di tempat-tempat yang biasa di duduki dan dilalui oleh orang yang di sakitinya itu seperti di rumah, di dalam pasu bunga, depan pintu, dekat pagar, kepala simpang jalan, di selit di tempat-tempat sulit samada di rumah, di pejabat, di kedai, di dinding, bawah rumah, dalam kenderaan atau jika barang tersebut jenis debu seperti abu orang mati, maka ia di tabur di sekeliling rumah orang tersebut dan sebagainya. Jika barang hikmat itu berupa minyak berpuja kebiasaannya di sapu di tiang rumah, kedai, kenderaan, pakaian dan sebagainya.


B) Memuja gambar

Terdapat juga cara untuk menganiayai orang lain dengan cara memuja gambar orang yang ingin di khianati seperti gambar tersebut di seru dan di jampi serta di cucuk-cucuk dengan jarum atau di gantung di sesuatu tempat yang berangin supaya sentiasa berbuai. Selain gambar, alat-alat badan seperti pakaian, baju dalam atau seluar dalam seseorang juga boleh digunakan sebagai alat untuk memuja dan menganiayai seseorang terutamanya dalam penganiayaan yang berkaitan dengan masalah cinta , rumah tangga dan kasih sayang.


C) Tuju melalui angin/makanan

Pengkhianatan juga boleh dilakukan dengan cara membuat tuju kepada orang yang di sakiti dan di hantar melalui angin contohnya seperti santau angin atau dengan memuja tengkorak orang mati di rumah Tok Bomoh dengan di tuju dan di kasadkan kepada orang yang dihajatinya. Penganiayaan juga boleh dilakukan dengan memasukkan sesuatu hikmat kedalam makanan dan minuman seseorang.


D) Memuja Patung sebagai penganti orang yang di aniayai

Pemujaan patung yang di puja dan dikasadkan kepada orang yang dihajati juga kerap dilakukan oleh orang-orang yang dengki dengan tujuan untuk memporak perandakan kehidupan orang tersebut. Patung-patung tersebut di cucuk dengan jarum atau duri nibung dang sebagainya dengan tujuan supaya orang yang dihajati akan merasa sakit dan mati secara perlahan-lahan.



Kesan dan Akibat ke atas diri mangsa.

Setelah syarat-syarat yang di minta oleh Tok Bomoh makan upah ini di penuhi dan semua peraturannya diikuti maka akan berlaku sesuatu keatas orang yang dihajati oleh si pengupah tersebut. Antara kesan dan tanda-tanda bahawa seseorang tersebut telah menjadi mangsa Tok Bomoh makan upah ini ialah antaranya :-

Badan sentiasa sakit menyucuk-nyucuk, anggota terasa panas, bisa seluruh badan atau sebahagian daripada badan, badan terasa kebas dan sebagainya.
Perasaan menjadi resah dan gelisah, tidak boleh tidur malam, sering bermimpi yang buruk dan mengerikan, terdapat lebam-lebam bewarna biru seperti kena tokok ditempat-tempat tertentu pada badan.
Orang yang dianiayai akan menjadi gila, hilang ingatan, tidak siuman, mereng dan seumpamanya.
Sering meracau-racau, ketawa mengilai-gilai atau bercakap seorang diri.
Mengalami sakit kepala sebelah samada di sebelah kanan atau kiri.
Rahim terasa sakit dan kadang-kala terasa seperti hendak jatuh
Badan terasa berat seperti ada benda di atas belakangnya dan kadang-kala terasa seperti ada sesuatu yang mencakar-cakar belakangnya.
Sentiasa terkenang atau teringat seseorang dan terasa hendak lari dari rumah.
Tidak boleh duduk dalam rumah, dalam kedai atau di pejabat sebab terasa panas dan serabut.
Selalu tidak sedarkan diri dan pengsan.
Kadang-kala si mangsa berbau busuk di merata-rata tempat.
Perut mangsa menjadi buncit tanpa apa-apa penyakit. ( kata orang busung )
Kadang-kala kemaluan dirasakan telah berpindah ketempat lain seperti berada di dahi, sedangkan orang lain tidak dapat melihatnya.
Terdengar suara atau bisikan yang memanggil atau menyuruhnya melakukan sesuatu seperti memukul seseorang, membunuh orang, membunuh diri sendiri atau bisikan yang mengatakan " kamu akan mati tidak lama lagi dan sebagainya.
Rumah tangga sentiasa bergelora dan perkelahian antara suami isteri sentiasa berlaku.
Sentiasa menolak pinangan yang datang meminang jika mangsa tersebut anak gadis, jika anak teruna mereka enggan berkahwin sampai ke tua.
Tok Bomoh yang mengambil upah untuk menganiayai orang lain ini amatlah besar dosanya dan telah menjerumuskan dirinya kelembah kekafiran begitu juga orang-orang yang mendapatkan perkhidmatan Tok Bomoh-Tok Bomoh dari jenis ini. Kedua-dua belah pihak sama-sama menjadi kafir dan akhirnya sama-sama akan dihumbankan kedalam neraka di hari Khiamat kelak. Oleh itu sebagai umat Islam kita mestilah menjauhkan diri daripada Tok Bomoh-Tok Bomoh yang seperti ini. Anggaplah segala sesuatu yang berlaku keatas diri kita itu adalah merupakan takdir dan Qada dan Qadar daripada Allah. Semua kejadian itu adalah atas kehendak Allah, tentu ada hikmah dan nikmat di sebalik semua kejadian tersebut, jangan suka menaruh perasaan dendam, cemburu dan iri hati, kerana perasaan tersebut akan merusakkan diri kita sendiri. Serahlah segala-galanya kepada Allah serentak melalui lidah, anggota, hati yang dinamakan dengan ucapan doa, teguh cita-cita dan usaha ikhtiar, kerana Dialah yang lebih berkuasa dan lebih Mengetahui segala-galanya.


Mempelajari ilmu Sihir, beramal dengannya untuk menyakiti dan mengkhianati sesama manusia, bererti mereka telah mempelajari ilmu sesat ( kufur ), berada dalam kesesatan ( kekufuran ), beramal dengan kesesatan ( kufur ), mati dalam sesat ( kufur ) dan kekal sebagai ahli neraka, selagi mana mereka tidak kembali kepada agama Islam dengan ucapan dua khalimah syahadat serta taubat nasuha. Segala amalan baiknya itu akan dipindahkan oleh Allah kepada orang yang dikhianatinya. Segala kejahatan mereka yang di sihir itu di campakkan oleh Allah keatas diri penyihir sebagai tambahan kepada kejahatan yang sedia ada. Jika ditakdirkan mereka yang dianiayai itu meninggal dunia, oleh sebab beradat melalui ilmu sihirnya, maka mati orang yang di sihir itu sebagai ahli fitrah ( syurga ) dengan syarat dia telah menerima penyakit tersebut dengan penuh sabar dan bergantung harap kepada kebesaran dan keagungan Allah dengan penuh kesabaran dan penuh redha.

Diedit semula oleh Pakatan09.

Sumber :http://cvtampang.tripod.com/id39.html

Allahua'lam

Wednesday, February 10, 2010

Menyambut hari valentine day menurut pandangan Islam



Assalamualaikum kepada semua yang melayari blog ana
Pada kali ini ana ingin membincangkan satu tajuk yang ana rasa cukup penting untuk kita mengetahui bersama iaitu:MENYAMBUT VALENTINE DAY MENURUT PANDANGAN ISLAM
Tarikh 14hb Februari merupakan hari yang dianggap keramat oleh pasangan-pasangan yang sedang berkasih. Hari yang dikenali sebagai Valentine’s Day atau Hari Memperingati Kekasih dianggap sebagai satu masa untuk mengisytiharkan ketulusan cinta kepada pasangan masing-masing.

Maka pada 14hb Februari pasangan-pasangan kekasih ini akan memakai pakaian-pakaian yang terbaik dan sebaiknya hendaklah ia berwarna merah, bertukar-tukar hadiah dan seeloknya adalah bunga ros berwarna merah.

Pasangan-pasangan kekasih ini juga akan bercanda di merata-rata tempat sehingga terjadilah adengan-adengan maksiat yang bertentangan dengan syarak demi untuk membuktikan kasih dan sayang mereka yang tidak ternilai harganya. Saban tahun juga para ulamak mengingatkan kepada umat Islam agar menghindari menyambut Hari Valentine ini namun ianya seperti menuang air ke daun keladi. Oleh itu ana melihat begitu pentingnya untuk mengupas sejarah sambutan Hari Valentine ini agar ianya dapat menyedarkan muda-mudi kita yang hanyut di lautan cinta bahawa ianya adalah sambutan yang berkaitan dengan agama Rom Kuno dan juga Kristian. Hari Valentine tidak ada kena-mengena dengan umat Islam malah hukum menyambutnya adalah haram.

SEJARAH SAMBUTAN HARI VALENTINE

Bila kita membicarakan tentang sejarah sambutan hari Valentine maka kita akan dapati bahawa terdapat 4 pendapat berkaitan dengannya.

Ø Pendapat pertama mengaitkannya dengan pesta sambutan kaum Rom kuno sebelum kedatangan agama Kristian yang dinamakan Lupercalia. Lupercalia merupakan upacara penyucian diri yang berlangsung dari 13hb hingga 18hb Februari. Dua hari pertama mereka menyembah dewi cinta bagi kaum Rom kuno yang bernama Juno Februata. Pada hari ini para pemuda Rom memilih nama-nama gadis-gadis yang menjadi pilihan mereka lalu dimasukkan ke dalam sebuah kotak. Setiap pemuda tersebut kemudiannya akan mencabut nama tersebut dari dalam kotak itu secara rawak. Nama gadis yang tertera di dalam kertas tersebut akan menjadi pasangan yang akan menjadi objek hiburan seksnya selama setahun. Pada 15 Februari, mereka meminta perlindungan dewa Lupercalia dari gangguan serigala. Pada hari ini mereka akan menyembelih seekor anjing dan kambing. Kemudian mereka akan memilih 2 pemuda Rom yang dianggap paling gagah untuk menyapukan darah binatang tersebut ke badan mereka lalu mencucinya pula dengan susu. Setelah itu akan di adakan perarakan besar-besaran yang diketuai 2 pemuda tersebut dan mereka berdua akan memukul orang ramai yang berada di laluan mereka dengan kulit binatang dan para wanita akan berebut-rebut untuk menerima pukulan tersebut kerana mereka beranggapan ianya akan menambahkan kesuburan mereka.

Ø Pendapat kedua mengaitkannya dengan kematian paderi St. Valentine ketika pemerintahan Raja Rom yang bernama Claudius II. Terdapat 2 versi cerita berkaitan dengan St. Valentine ini.

Versi pertama. Pada masa pemerintahan Claudius II, kerajaan Rom yang menyembah dewa-dewi amat memusuhi penganut agama Kristian dan para mubaligh Kristian telah dipenjara serta disiksa. St. Valentine sebagai seorang yang tegar menganut agama Kristian dan aktif menyebarkan ajaran tersebut turut dipenjarakan oleh Cladius II. Dikhabarkan St. Valentine walaupun dipenjarakan, beliau tetap mengajar dan menyebarkan agama tersebut di kalangan banduan-banduan penjara di samping membantu tawanan-tawanan penjara meloloskan diri dari penjara. Kegiatan ini telah diketahui oleh Cladius II dan beliau memerintahkan St. Valentine diseksa dan akhirnya dihukum bunuh pada 14 Februari. Pengorbanan yang dilakukan oleh St Valentine ini dianggap oleh penganut Kristian sebagai satu pengorbanan yang besar demi kecintaan beliau terhadap agamanya. Malah St. Valentine disamakan dengan Jesus yang dianggap oleh penganut Kristian mati kerana menebus dosa yang dilakukan oleh kaumnya. Dikatakan juga bahawa ketika di dalam penjara, beliau telah jatuh cinta dengan anak salah seorang pegawai penjara dan di akhir hayatnya sebelum dibunuh, beliau sempat menulis sepucuk surat cinta kepada gadis tersebut yang bertandatangan ‘From your Valentine’ (Daripada Valentinemu). Maka orang-orang Kristian mengambil sempena 14 Februari itu untuk meraikan hari kasih sayang demi memperingati hari kematian paderi mereka St. Valentine.

Versi kedua. Claudius II beranggapan bahawa anggota tentera yang muda dan masih bujang adalah lebih tabah dan kuat ketika berada di medan peperangan berbanding dengan mereka yang telah berkahwin. Justeru itu Cladius II menghalang para pemuda dari berkahwin. Namun demikian St.Valentine menentangnya dengan keras dan beliau telah melakukan upacara pernikahan terhadap para pemuda-pemuda Rom secara sulit. Aktiviti St. Valentine ini akhirnya dapat diketahui oleh Cladius II lalu beliau mengarahkan St. Valentine ditangkap dan dihukum gantung pada 14 Februari 269 M.

Ø Pendapat ketiga. Ia dirayakan sempena kejatuhan Kerajaan Islam Andalusia di Sepanyol. St. Valentine merupakan individu yang telah memainkan peranan penting dalam usaha menjatuhkan kerajaan Islam pada masa itu. Disebabkan sumbangan beliau itu, St. Valentine dianggap sebagai kekasih rakyat. 14 Februari 1492 merupakan tarikh kejatuhan Islam di Sepanyol dan dianggap pada hari itu hari kasih sayang kerana mereka menganggap Islam adalah agama yang zalim.

Ø Pendapat keempat. menyatakan sambutan hari Valentine ini bersempena dengan sifat burung yang musim mengawan burung yang jatuh pada 14hb Februari. Ini merupakan pendapat tradisi orang Inggeris.

Disini kita dapat melihat dengan jelas bahawa asal-usul sambutan Hari Valentine ini tidak ada hubung-kaitnya dengan budaya serta agama bagi umat Islam.


HUKUM MENYAMBUT VALENTINE DAY

Sebagaimana yang telah termaktub di dalam al-Qur’an dan al-Sunnah dan disepakati oleh generasi awal umat Islam hari kebesaran bagi umat Islam yang mana disyariatkan bagi kita menyambutnya hanyalah Hari Raya Aidilfitri dan Aidiladha. Ini sebagaimana yang firman Allah S.W.T.:

Bagi tiap-tiap umat, Kami adakan satu syariat yang tertentu untuk mereka ikuti dan jalankan, maka janganlah ahli-ahli syariat yang lain membantahmu dalam urusan syariatmu; dan serulah (wahai Muhammad) umat manusia kepada agama Tuhanmu, kerana sesungguhnya engkau adalah berada di atas jalan yang lurus. – al-Hajj : 67

Anas bin Malik r.a berkata: Nabi s.a.w pernah datang ke Madinah sedangkan penduduknya memiliki dua hari raya. Pada kedua-duanya mereka bermain-main (bergembira) di masa jahiliah. Lalu baginda bersabda: “Sesungguhnya Allah telah menggantikan kedua-duanya bagi kamu semua dengan dua hari yang lebih baik, iaitu hari raya Aidiladha dan Aidilfitri.” - Hadis riwayat al-Nasaai, no: 959.

Oleh itu hendaklah umat Islam hanya membataskan diri dengan menyambut hari-hari perayaan yang diiktiraf oleh Allah dan Rasul-Nya khusus untuk umat Islam. Setelah berakhir zaman salafussoleh iaitu 3 kurun terbaik bagi umat Islam, pelbagai hari perayaan telah ditambah ke dalam kalendar umat Islam seperti Mawlid al-Rasul, Israk Mikraj, Maal Hijrah, Nuzul al-Qur’an dan lain-lain lagi. Namun demikian apa yang mendukacitakan adalah umat Islam pada zaman kini telah mula merayakan hari-hari perayaan yang langsung tidak berkaitan dengan umat Islam malah ianya berasal dari budaya serta agama golongan yang ingkar kepada perintah Allah S.W.T. seperti sambutan Tahun Baru Masehi, Hari Halloween dan juga Hari Valentine yang sedang kita perbincangkan ini. Terdapat larangan daripada baginda s.a.w. untuk meniru budaya orang bukan Islam dan bagi mereka yang meniru budaya seperti ini ditakuti mereka akan tergolong bersama dalam golongan tersebut. Sabdanya: Barangsiapa menyerupai satu kaum, maka dia termasuk golongan mereka. - Hadis riwayat Imam Abu Dawud, hadis no: 3512.

Tambahan pula sambutan Hari Valentine ini merupakan satu upacara yang berhubung-kait dengan agama Rom Kuno dan juga Kristian sebagaimana yang telah ana paparkan sebelum ini. Justeru itu bagi mereka yang menyambut hari tersebut ditakuti dia tergolong dalam ke dua golongan tersebut sebagaimana yang telah disabdakan oleh Rasulullah s.a.w. di atas. Apabila seseorang itu merayakannya bermaksud untuk mengenang kembali peristiwa kematian St. Valentine maka tidak disangsikan lagi bahawa perbuatan tersebut boleh menyebabkan pelakunya terkeluar dari agama Islam. Apabila dia tidak bermaksud sedemikian dan menyambut Hari Valentine sekadar untuk bersuka-ria maka dia sebenarnya telah melakukan suatu kemungkaran yang besar kerana sambutan hari tersebut menyerupai perbuatan golongan yang durhaka kepada Allah S.W.T.. Tambahan pula sambutan Hari Valentine ini turut diikuti dengan perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan syarak seperti pergaulan bebas diantara lelaki dan perempuan, membuang masa dengan berpeleseran ke tempat-tempat yang tak tentu hala malah mencurigakan dan membazir wang dengan memberi hadiah yang mahal-mahal. Tentang hukum menyambut Hari Valentine, Syaikh al-‘Utsaimin berkata: “Maka bila dalam merayakan Hari Valentine tersebut bermaksud untuk mengenangkan kembali St. Valentine, maka tidak diragukan bahawa orang itu telah kafir. Dan jika tidak bermaksud begitu namun sekadar ikut-ikutan kepada orang lain, maka orang itu telah melaksanakan dosa besar.”

Tidak dapat dinafikan pergaulan bebas ketika sambutan Hari Valentine ini membuka pintu perzinaan sedangkan Allah s.w.t. memerintahkan kita untuk menutup segala ruang yang boleh menyebabkan terjadinya perzinaan. Firman-Nya: Dan janganlah kamu menghampiri zina, sesungguhnya zina itu adalah satu perbuatan yang keji dan satu jalan yang jahat (yang membawa kerosakan). – al-Israa’ : 32

Sebagaimana yang telah dilaporkan dalam akhbar Utusan Malaysia pada 10 Februari 2007, Pengasas Pusat Kebahagiaan Wanita dan Remaja (Kewaja), Yahaya Mohamed Yusof telah menegaskan bahawa kes remaja hamil anak luar nikah meningkat pada akhir Februari dan awal Mac. Beliau berkata: “Sebahagian besar remaja yang ditempatkan di Kewaja mengadu mereka lupa diri ketika menyambut Hari Memperingati Kekasih atau Valentine’s Day. Mereka keluar berpasangan dan berpesta sehingga larut malam, kemudian mengambil pil khayal hingga tidak sedar terlanjur lalu hamil.”

Harus kita ingat bahawa golongan yang memusuhi Islam, akan sentiasa berusaha menanamkan benih-benih kesesatan dalam jiwa umat Islam supaya mereka jauh dari jalan yang lurus lagi diredhai Allah S.W.T.. Firman-Nya: Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak sekali-kali akan bersetuju atau suka kepadamu (wahai Muhammad) sehingga engkau menurut agama mereka (yang telah terpesong itu). Katakanlah (kepada mereka): "Sesungguhnya petunjuk Allah (agama Islam itulah petunjuk yang benar)". –Al-Baqarah (2) : 120

Oleh itu mereka mempopularkan sambutan Hari Valentine ini di negara-negara Islam dan menampakkan sambutannya sebagai satu perkara yang begitu romantis serta indah bagi pasangan-pasangan yang ingin membuktikan perasaan cinta mereka. Inilah sebenarnya sikap syaitan yang sentiasa berusaha untuk menyalurkan perbuatan maksiat agar kelihatan seperti satu perkara yang baik dan diamalkan oleh manusia tanpa rasa berdosa. Firman-Nya Iblis berkata: " Wahai Tuhanku! Kerana Engkau telah menjadikan daku sesat, (maka) demi sesungguhnya aku akan memperelokkan segala jenis maksiat kepada Adam dan zuriatnya di dunia ini, dan aku akan menyesatkan mereka semuanya Kecuali di antara zuriat-zuriat Adam itu hamba-hambaMu yang dibersihkan dari sebarang syirik". – al-Hijr (15) : 39-40

Bersandarkan kepada hujah-hujah di atas maka para ulamak telah merumuskan bahawa sambutan Hari Valentine adalah diharamkan bagi seluruh umat Islam. Jawatankuasa Fatwa Majlis Kebangsaan Bagi Hal Ehwal Agama Islam Malaysia kali ke-71 yang bersidang pada 22 hingga 24 November 2005 memutuskan: “Bahawa amalan merayakan Valentine’s Day tidak pernah dianjurkan oleh Islam. Roh perayaan tersebut mempunyai unsur-unsur Kristian dan amalannya yang bercampur dengan perbuatan maksiat adalah bercanggah dan dilarang oleh Islam. Oleh itu amalan meraikan Hari Kekasih tidak digalakkan oleh agama Islam”.

Justeru itu hendaklah pihak berwajib mengambil tindakan sewajarnya untuk menghalang budaya golongan yang ingkar kepada Allah ini dari diamalkan oleh umat Islam di Malaysia. Media Massa sepatutnya dihalang dari memasyhurkan sambutan Hari Valentine ini kepada umat Islam. Sebagai gantian media massa perlu digunakan untuk menyebarkan fatwa-fatwa para ulamak yang mengharamkan sambutan Hari Valentine.
WASSALAM....
Posted by Tintaku Bisu at 6:49 AM

Disalin dari : http://tintakubisu.blogspot.com/2009/02/menyambut-hari-valentine-day-menurut.html

Thursday, February 4, 2010

Tauliah untuk berdakwah perlukah?


Assalamualaikum,
Isu mengenai tauliah hebat di perkatakan orang baik dalam Media elektronik,Majalah,terutama laman web,dan blogger.Penulis merasakan bagi yang berdakwah melalui tulisan sprt di web site & blogger tidak perlu kepada tauliah sebab tak ada enakmen mewajibkan setiap penulis Blogger mengambil tauliah untuk berdakwah. Isu ini ada pro dan kontranya.Kalau penulis ditanya perlukah tauliah dalam kita menyampaikan dakwah? jawapannya :

Dalam era globalisasi lagi mencabar ini,bagi penulis ianya adalah perlu bagi mengawal / mengekang ajaran ajaran yg bertentangan dengan Islam (ajaran sesat).
Tetapi ianya bukanlah sesuatu yang utama dalam berdakwah.Ilmu adalah asas utama
berdakwah.Kita anggaplah tauliah itu sebagai passport untuk kita menuju kesatu
matlamat.

Kita bersangka baik dengan pihak yang mewajibkannya. Pihak yang berwajib pula perlu berlaku adil,jangan bersikap pilih kasih dimana kroni kroni dilepaskan sedangkan orang yg tak sependapat di ambil tindakan.Tanpa tauliah tidak bermakna kita tidak boleh berdakwah lansung jika kita mampu.Rasullullah,para sahabat,Imam Imam muktabar dimuliakan,dihormati kerana ilmu bukan kerana tauliah.
Sebagai penutup penulis ingin bertanya beberapa soalan untuk sama sama kita jawab.

1.Kalau tauliah wajib bagaimana kita sebagai ibubapa hendak mengajar anak anak mengaji Quran,berdakwah kepada mereka? walau pun logiknya tidak perlu.
2.Kalau tauliah wajib bagaimana dengan ustaz ustazah di sek sek agama,mereka ada kelulusan tapi tak ada tauliah. walau pun logiknya tidak perlu.
3.Kalau tauliah wajib bagaimana dengan saudara 2 kita yang aktif dalam jemaah
tabligh,yg ziarah ketok pintu rumah ke rumah,berdakwah kat surau /masjid.Mereka
tak ada tauliah. Pada logiknya???...

Allahua'lam